Mohon tunggu...
wahyu untara
wahyu untara Mohon Tunggu... -

Saya orang Indonesia, asli Klaten walau hidup di Jogja.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Abangan

17 Maret 2015   19:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:31 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada perbedaan antara seorang abangan dengan seorang alim saat salat Jum’at. Begitu masuk mesjid, orang alim akan mencari saf paling depan dan melakukan salat mesjid; sementara abangan akan mencari tempat yang dianggapnya tidak terlihat dari mata pak khatib, kemudian duduk melanjutkan kantuk yang mengejar dari rumah tadi atau mengelus lengan yang habis dicubiti istri karena mau membolos  jum’atan lagi.

Seorang  alim akan mendengarkan khotbah pak khatib dengan tertib dan tenang, betapa kebenaran yang keluar itu telah didengarkannya seribu kali atau lima kali, karena setiap perulangan adalah kelezatan ilahiah yang takterkira.

Seorang abangan menentukan nasib dan kadar kelezatan ilahiah yang akan dicecapnya  sesaat sebelum khotbah Jum’at dimulai, saat takmir mesjid mengumumkan siapa gerangan yang akan menjadi khatib kali ini. Jika yang khotbah adalah Kiai Bejo (bukan nama sebenarnya) dia akan sedikit bersorak karena akan mendapat 15 menit pencerahan jiwa yang asik dan menyedapkan. Jika jatuh pada Kiai Paijo (bukan nama sebenarnya pula), maka habislah nasibnya. 15 belas menit kebenaran itu akan terasa menjadi 1.5 jam  kebosanan dan sumber kantuk yang dahsyat.

Seorang alim  menganggap Jum’atan sebagai suatu kebutuhan, layaknya buku-buku tasawuf bagi Kiai Santa Barbara UCLA, atau satu edisi National Geographic Kids bagi si cantik. Ia telah menjadi bagian hidup yang ketiadaannya membuat hidup pincang dan tidak berarti. Weh, sungguh level yang dahsyat. Sementara bagi abangan ia masih dalam level  kewajiban. Sesuatu yang kudu disodokkan padanya agar dia tidak melenceng dari menjadi muslim yang baik. Dan sodokan itu harus benar-benar nendang bagi seorang abangan, kalau perlu dengan grujukan seember air, membuat hang laptopnya, atau mencubitinya sampai membiru, hingga dia mau berangkat Jum’atan. Begitulah, itu tidak perlu dimakhlumi, tapi memang begitulah abangan yang baru sampai pada level kewajiban.

Masih banyak lagi perbedaan antara orang alim dan abangan, namun berhubung hari memang benar-benar Jum’at, dan menjelang Jum’atan pula; dan lagian istri telah berkacak pinggang sambil memasang muka kecut dibelakangku, maka kucukupkan dulu tulisan miring ini. Aku harus Jum’atan dulu….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun