"Mengapa kau tak pernah mengatakan bahwa aku cantik?"Â
"Apakah itu perlu? Bukankah seluruh dunia tahu, bahwa bagiku, kau adalah wanita tercantik di dunia?"Â
"Ungkapan itu perlu bagiku. Untuk wanita seusiaku saat ini, ungkapan itu perlu. Walaupun aku tahu, bahwa aku sebenarnya tak cantik." kata sang Nyonya.
"Lalu, aku harus bilang apa?" tanya sang Tuan.
"Ucapkanlah secara verbal, ungkapkanlah bahwa aku cantik," mohon sang Nyonya.
"Baiklah, begini, malam itu, saat baru saja dirimu memiliki bayi mungil kita, aku berseru dalam hati, kau adalah wanita yang paling tangguh dan paling cantik. Aku merasa sebagai seorang pria yang paling berbahagia di dunia. Memiliki kau dan si bayi mungil. Tak tergambarkan oleh kata-kata. Lalu, kemudian, ketika beberapa tahun berlalu, bayi mungil itu tumbuh dan berkembang sehat, cantik serta pintar, memiliki adik kecil pemberian Tuhan kepada kita untuk yang kedua kalinya. Subhanallah, aku merasa pria paling beruntung dan bahagia. Lalu..."Â
"Lalu apa? Teruskan. Teruskan ceritanya, itu indah." Berbinar mata sang Nyonya mendengar cerita dari sang Tuan.
"Lalu saat kau marah atau kesal pada anak-anak kita, akan berakhir dengan helaan nafas kesal, tapi tetap dengan aura kasih sayang, itu juga menambah cantikmu."Â
Ceritapun berlanjut, Sang Nyonya dan Sang Tuan dalam satu meja, duduk saling berhadapan.Â
Cerita Sang Tuan akan sama dengan cerita tahun-tahun sebelumnya, dan Sang Nyonya akan selalu menanyakannya dengan pertanyaan yang sama.Â
Cerita akan berending yang sama untuk tiap tahunnya, Sang Nyonya tak pernah bosan dengan cerita Sang Tuan.Â