Kali ini habis dayaku, membuktikan kesetiaanku. Kamu terus mendesakku, untuk mengungkapkan bahwa aku mendua. Apa yang perlu kujelaskan, bahkan aku tak memiliki teman selain dirimu. Hanya kamu teman yang aku punya.
“Tidakkah kau lihat Bryan? Aku masih sama seperti hari-hari yang lalu. Aku tak berubah, apapun dirimu, aku tak pernah berubah. Kamu selalu berobsesi bahwa ada yang lain dihatiku,” seruku padamu, ketika bertemu tadi malam di taman.
“Tapi Tita, kau untuk saat ini tak lagi memperhatikan diriku, kau selalu berkutat dengan benda kotak kecil itu, kadang tersenyum pada benda itu, seolah aku tak ada di depanmu.”
“Bryan, kau cemburu pada benda kotak kecil ini? Oh, ini tak ada apa-apanya Bri, ini hanyalah sebuah benda..”
“Aku memang tak begitu tahu tentang benda itu Tita, tapi ada yang aneh dengan benda itu, aku yakin..”
Kamu ingin merebutnya, tapi aku tetap bertahan.
“Bryan, jangaan..” aku hampir menangis.
“Maafkan aku Tita, tapi tolong jelaskan padaku, apa itu dan benda apa itu, beri aku alasannya, kenapa aku tak boleh curiga.”
Aku hanya terdiam. Aku marah padamu Bryan. Kutinggalkan dirimu. Menuju pulang.
Sepanjang perjalanan, tak habis pikirku memikirkanmu. Aku selama ini selalu setia padamu. Tapi masalah kotak kecil ini, mengajakku ribut. Aku tidak suka. Masalah ini terlalu menyinggungku, aku tak bisa kompromi. Kamu tahu, aku tak bisa dipisahkan dengan kotak ini, ia ibarat nyawa bagiku.
****
Siang itu, aku membersihkan kamar, karena sudah lebih dari dua minggu belum kubersihkan. Aku super sibuk dengan segala aktifitasku. Debu hampir saja sulit dibersihkan saking tebalnya. Ketika kubongkar lemari, yang hampir jarang kujamah, aku menemukan kotak kecil ini. Bentuknya kotak ukuran 5 kali 10 centi pinggir oval. Oh, ini yang aku cari selama ini. Aku kehilangannya untuk beberapa waktu, hampir dua bulan lamanya.
Kubersihkan kotak, kuusap pelan dengan lap yang aku bawa. Betapa senangnya diriku. Sejak saat itu aku selalu membawanya. Seperti tak ingin lepas darinya.