Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Miranti, Just Say Yes

19 April 2015   20:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: copyright shutterstock.com



Oleh: Wahyu Sapta

Miranti menghela nafas lega, ia meluaskan pandangan matanya ke segala penjuru ruangan ini. "Akhirnya, aku berhasil juga menduduki kursi ini, setelah bersusah payah dengan tanpa lelah," batinnya. Ia berusaha keras untuk mencapai posisi ini dengan berprestasi. Ya, ia berhasil menduduki jabatan sebagai manajer di kantor tempatnya bekerja. Bukan tanpa halangan hingga ia bisa mencapainya.

Bahkan banyak yang ingin menjatuhkan dirinya, saat ia akan dipilih oleh pak Burhan sang direktur, sebagai manajer. Tetapi sekali lagi, karena prestasinya yang menonjol, maka pak Burhan tetap melirik dan menjatuhkan pilihan kepadanya.

Ingatannya pun melayang pada sang mama, yang tanpa letih mendidiknya hingga ia menjadi Miranti yang sekarang. Apapun, ia selalu melabuhkan keluh kesah pada mama. Saat ia hampir putus asa karena begitu banyaknya permasalahan yang ia hadapi, mama selalu memompa semangatnya, bahwa ia mampu. Mamanya juga bilang jangan berputus asa menghadapi segala permasalahan yang ada. Tentu saja, ia percaya pada mama yang ia sayangi.

Mama Miranti juga seorang pekerja yang tangguh, sebagai kepala sekolah dasar. Meski hanya sebagai guru SD, tapi Mama Miranti mampu membawa sekolah yang dipimpinnya berprestasi dan sering menerima penghargaan karena sering memenangkan perlombaan di kota ini.

Jadi, segala inspirasi itu datangnya dari mama. Padahal, mamanya juga sering bercerita, bahwa yang membentuk jiwa mama bisa seperti itu, karena didikan eyang putri yang keras. Eyang putri memang bukan pegawai dan hanya seorang ibu rumah tangga biasa, tapi eyang putri pernah mengenyam pendidikan hingga sampai setingkat SMP pada jamannya.

Didikan keras Eyang Putri juga karena hasil jerih payah didikan orangtua Eyang Putri, terutama ibunya. Meski saat itu, menurut cerita mama Miranti,ibu Eyang Putrinya tidak bisa sebebas sekarang dalam menempuh pendidikan. Dalam budaya Jawa, dahulu seorang perempuan hanyalah sebagai “kanca wingking” atau teman di dapur dan bukan sebagai partner rumah tangga.

Jadi kalau diruntut, maka yang membentuk jiwa Miranti, karena hasil didikan secara turun menurun. Miranti tersenyum lebar, karena pikirannya jadi melantur kemana-mana. Tapi ada benarnya juga. Ia teringat pelajaran sekolah dulu, bahwa perempuan Indonesia bisa seperti sekarang ini karena jasa Ibu Kita Kartini. Karena beliaulah yang menciptakan opini bahwa perempuan layak mendapat pendidikan yang sepadan. Meski saat itu, masih dalam taraf yang belum maksimal. Dan hasilnya, dapat dinikmati para perempuan Indonesia di era sekarang. Perempuan Indonesia banyak yang bisa mengenyam pendidikan. Bahkan mereka bisa mencapai pendidikan tinggi hingga ke jenjang pendidikan yang tertinggi.

Miranti merasa beruntung, karena termasuk keturunan keluarga yang lebih mengutamakan pendidikan daripada lainnya. Mama papanya keras dalam mendidik, selalu berpesan untuk mengutamakan sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Satu hal yang belum terlaksana, ia ingin meneruskan S2 ke negara tetangga, Malaysia. Tapi karena tugas sebagai manajer baru saja ia terima, maka ia menunda dulu keinginan itu. Lagi pula, usianya tergolong masih muda dan belum berkeluarga. Ia ingin fokus ke pekerjaan dulu.

Kriiing... telepon di depan Miranti berdering. Segera ia mengangkat telepon itu. Ternyata pak Burhan menyuruhnya untuk mengikuti meeting. Ini tugas pertama yang akan ia jalani. Baik, ia menarik nafas untuk memompa semangatnya. “Aku pasti bisa, aku pasti bisa! “ begitu serunya dalam hati.

Nah, tunggu apa lagi, tugas menanti, meski Miranti merasa dirinya hanyalah perempuan biasa, tapi tak menyurutkan langkahnya untuk maju. Ia telah siap bersaing dengan dunia luar untuk menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Berusaha berbuat sebaik mungkin dan jujur pada dirinya sendiri. Bila ia merasa memiliki kemampuan, mengapa tak ia pergunakan sebaik mungkin? Kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya. Selagi ada kesempatan, ia tak akan menyia-nyiakannya.

Ia bergegas memberesi keperluan untuk meeting, juga tak lupa, dompet yang ia taruh di atas meja kerjanya. Di dalam dompet itu, ada foto Bayu, kekasihnya yang setia menanti, untuk menunggu jawabannya agar mau menerima pinangan Bayu. Uuff.. ia menarik nafas panjang. "Mungkin satu tahun lagi, aku bisa menentukan jawaban itu. Mudah-mudahan Bayu bisa bersabar menunggunya." batin Miranti.

Jalan panjang menunggu, Miranti siap menjadi Kartini era masa sekarang. Ia berharap agar bisa menjadi perempuan yang mandiri, meski tak melupakan kondratnya sebagai perempuan. Ia berharap bisa seperti Mama dan Eyang Putrinya, juga para leluhurnya, yang berjasa membentuk dirinya sekarang ini.

Kontak mobil diraihnya, ia bergegas menuju tempat meeting dengan semangat membara. "Aku, Miranti, siap dengan tugas itu," gumamnya. Dalam benak Miranti, hanya ada kata “ya”.

*_*

14294498421058522606
14294498421058522606

Semarang, Indonesia, 19 april 2015

Top of Form

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun