[caption caption="dok: kyb"][/caption]
Malam dingin menusuk tulang. Belum ada listrik masuk daerah. Saat itu umurku masih lima tahunan. Mungkin kurang dari lima tahun, eh, nggak tahu ding, sudah lupa. Yah, kira-kira umur segitu lah. Seperti biasa, anak-anak bermain malam- malam seusai belajar. Jaman dulu, belum ada handphone, jadi sehabis belajar, main keluar rumah rame-rame. Gelap-gelapan. Hanya ada nyala lampu petromax dari dalam rumah yang menyorot keluar. Juga temaramnya rembulan, jika kebetulan bulan purnama. Kalau bulan mati, jadinya gelap. Horor deh!
Permainan lari kejar-kejaran adalah alternatifnya. Ada dua pohon yang berjarak sepuluh meteran yang menjadi pusat permainan. Dua kubu, masing-masing peserta permainan dibagi dua. Jika kebetulan ganjil, salah satu peserta jadi pupuk bawang atau peserta tak dihitung alias penggembira.
Pada saatnya asyik bermain dan permainan seru, tiba-tiba aku melihat sekelibat bayangan putih seperti kain yang melesat.Â
Wuuuuss...!Â
Sontak aku berteriak, "Hei, ada putih-putih tuh!"
Yang lain menjawab, "Manaaa?"
"Ituuuu...." Aku menunjuk bayangan putih seperti kain yang masih mengelibat.
Ternyata teman lain tak ada yang melihat. Hanya aku!
Gubraaak... seketika mereka berlarian masuk ke rumah masing-masing. Tinggallah aku sendiri, yang juga akhirnya ikutan lari masuk rumah. Aku masih keheranan, mengapa mereka takut putih-putih? Kan hanya bayangan mengelibat seperti kain?Â
***