Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bola Udara di Langit Malam Itu

24 Desember 2014   00:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:37 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tadi malam aku bertemu langit. Di atas langit kutemui sebuah bola udara yang berputar-putar tak searah, turun naik dan memental kanan kiri atas bawah. Aku takut terkena bola udara itu, bahkan bola itu mendekat dan menuju ke arahku. Aku berlindung dibalik pohon yang rindang dekat sebuah taman yang indah.

Tiba-tiba di balik pohon aku temui seseorang yang samar-samar tak jelas wajahnya, sepertinya ingin berteman denganku.

"Hei, siapa kamu?" Ia diam, tak menjawab.

"Apakah kamu juga takut terkena bola itu juga? Ayo, gabung denganku. Kita bersembunyi di sini." lanjutku.

Ia tak menjawab, tapi ia lalu bergabung denganku bersembunyi dibalik pohon yang rindang. Bola udara masih saja memental kesana kemari. Aku membayangkan, bagaimana jika terkena diriku? Apa yang terjadi? Aku akan jatuh dan akan terluka.

Tapi, apa yang aku takutkan tak pernah terjadi. Ketika bola itu mendekat ke arahku, bahkan bola itu bergerak pelan dan berhenti tepat di hadapanku. Aku terhenyak kaget, mengapa bisa begitu. Aku amati bola itu, ternyata terdiri dari bola-bola kecil yang bergabung membulat hingga menyusun menjadi sebuah bola yang sangat besar. Aku dan temanku yang baru saja aku kenal, menyentuhnya.

Ketika tanganku menyentuhnya, aku hanya menyentuh sebuah udara. Bola tadi tak tersentuh. Seperti sebuah dimensi yang tampak dan kasat mata, tapi tak tersentuh.Aku berlari riang, bola udara berputar lagi dan memental kesana kemari tak serarah. Sedangkan temanku tadi, berjalan lalu berlarian berusaha mengikuti langkahku.

Aku bergumam padanya, "Sungguh indah ya malam ini, hijau agak gelap, kemudian ada warna warni seperti bunga, meski agak gelap tak terang seperti biasanya." Ia tersenyum. Oh, bahkan aku belum tahu siapa namanya.

"Hei, siapa nama kamu?" Tanyaku. Ia hanya membisu, tersenyum dan tak menjawab pertanyaanku.

“Baiklah, aku namai dirimu, Louis. Nama yang indah bukan?" Louis hanya mengangguk.

"Hei, kau tak menanyakan namaku? Panggil saja namaku Rien." Lagi-lagi Louis hanya mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun