Seluruh dunia berwarna abu-abu. Kabut tiba-tiba datang, menggelitik kulit tipis lenganku. Sedikit basah. Hangat dan dingin datang pada saat bersamaan. Aku terlentang di rerumputan belakang rumah, merasa bagai menatap langit berawan kelabu. Hari masih agak pagi dan matahari barusan menampakkan diri, saat ada tetes-tetes lembut hujan seperti tunas muda jatuh pelan dan ringan. Aku tetap berbaring, bahkan menikmati setiap tetes hujan. Tak terasa wajah menjadi basah dan bajuku merasa lembab. Akhirnya aku bangkit dan bergerak masuk rumah. Sempat kulihat daun-daun rumput berkilauan terkena hujan rintik-rintik dan terbias sinar matahari.
Aku berharap hujan akan segera berhenti, karena sebentar lagi aku akan ada pertemuan dengan mereka. Tiba-tiba angin sepoi berhembus dari aliran angin belakang pagar rumah yang hanya terbuat dari kayu dan berongga-rongga. Memang sengaja dibuat demikian, kebetulan belakang rumah adalah tanah kosong, belum berpenghuni. Jadi aku bebas melakukan apa saja tanpa terlihat oleh orang lain.
Aku memejamkan mata menikmati semilirnya angin sepoi itu. Ada perasaan senang menggelegak dalam diriku yang tak tertahankan, bagai aliran sungai, deras dan menghentak-hentak. Itu mungkin karena peristiwa kemarin. Meski secara kasat mata tak begitu jelas, tapi isyarat itu tampak jelas. Aku menang di atas angin. Mereka banyak mengelu-elukanku. Dan mereka sepertinya percaya padaku. Buktinya, mereka menerima kehadiranku dengan sangat welcome.
***
Nama dan wajahku tampak jelas. Penuh senyum, optimisme dan semangat membara. Terpampang jelas di sepanjang jalan. Miranti Dealova, ST, MM. Sebenarnya wajahku tak secantik yang di baliho itu. Kulitku agak sedikit gelap. Entah kenapa, wajahku nampak putih bersih. Pasti ini karena kepiawaian Lucky, sang photografer. Hehehe.. Tapi, biarlah, sedikit mengelabui, tak apa.
Mbak Dewi, sudah berada di depan pintu dapur. Aku memang sedang berada di dapur, setelah tadi tiduran di rumput belakang rumah. Mbak Dewi adalah manajerku. Aku katakan demikian karena dia yang mengatur segala keperluan dan jadwalku. Hari ini jadwalnya ke mana dan apa, aku sendiri belum tahu. Aku hanya menyiapkan materi yang akan kusampaikan, dan itu sudah hafal di luar kepala. Jadi, hari ini aku telah siap.
"Ranti, hari ini jam empat sore ada pertemuan di Lapangan Pandya, kali ini massa lumayan banyak Ran, jadi kamu harus mumpuni dalam menyampaikan materimu."
"Heemm.." Seperti biasa, aku hanya menjawab seperlunya, mbak Dewi yang bicara panjang lebar dan banyaaak... Tetap aku dengarkan, karena mbak Dewi kakakku satu-satunya, sekaligus manajerku.
"Rantii..sana gih mandi dulu, nanti kamu memakai setelan hitam terang, sudah kakak persiapkan di kamarmu."
"Baik kakakku yang cantik..weeek.." Lidahku terjulur ke arah mbak Dewi. Sempat juga aku meledek kakakku yang super cerewet itu, lalu kabur ke kamar mandi.
Miranti Dealova, seorang kontraktor muda, perempuan, energik, bersemangat, mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Dan itu aku!