Ha? Apa iya? Hehehe, sebenernya itu adalah ungkapan lebay, saking tak disangkanya pernah bisa masuk dalam lingkup ini. Hari ini masih terasa gempitanya, loh. Karena lagi musim capres, jadi perumpamaannya seperti itu.
Tahun 2017 dan 2018 saya masuk nominasi Best in Fiction Kompasiana Awards. Bangga? Tentu saja iya, karena kesempatan itu termasuk eksklusivitas di antara ribuan bahkan jutaan penulis di Kompasiana.
Saya bergabung di Kompasiana 14 Desember 2013. Cukup lama ya? Jangan dikira tulisan saya pada awal gabung sebagus sekarang, meskipun sekarang juga bisa dibilang biasa saja. Layaknya sebuah proses, semakin banyak jam terbang menulis, maka kita akan semakin piawai. Mengalir dan meluncur bak riak air menuju muara.
Ini sekedar perasaan saya saja, ketika masuk nominasi Kompasiana Awards, kuncinya adalah: tak ada hasil tanpa proses. Artinya bahwa dengan ketelatenan, maka akan menuai hasilnya.Â
Sejak kecil saya memang hobi menulis dan berkhayal. Mengkhayal sesuatu, mengarang-ngarang cerita. Hingga suatu ketika waktu SMP saya menang lomba menulis. Betapa Ayah saya bangga dengan mengkopi banyak sertifikat penghargaan kejuaraan itu, padahal juga tidak untuk apa-apa. Ayah saya juga tidak bilang, "Wah, kamu keren." Semua biasa saja. Tetapi saya bahagia, karena bisa membuat Ayah bangga dengan hobi menulis ini.
Atau ketika SMA, banyak teman yang meminta saya untuk dibuatkan puisi. Hahaha... emangnya saya pabrik puisi, ya? Etapi, saya bukannya bete, tapi malah senang, karena dengan begitu, mereka secara tidak langsung mengapresiasi karya saya dan menyukainya.
Nah, singkat cerita, hingga masanya bertemu Kompasiana, seperti menemukan sesuatu yang klik. Banyak hal yang saya dapat dari Kompasiana. Menemukan banyak teman satu frekuensi, melampiaskan hobi menulis yang menggebu-gebu, dan menambah wawasan ketika membaca karya tulisan teman lain di Kompasiana.Â
Eh, serius, sebelum bergabung di Kompasiana, saya sering bete, karena daya khayal saya tidak tertampung dengan baik. Dulu saya sering menyimpan karya tulisan di dalam komputer, atau menulis tangan di buku, hanya untuk diri sendiri.
Sedangkan di Kompasiana, ada feedback untuk karya kita. Diapresiasi dan dibaca. Sebenarnya apa sih yang membuat seorang penulis bahagia akan karyanya? Ya itu tadi. Dibaca banyak orang, dikenal, dan bermanfaat.
Semakin banyak berkarya, semakin banyak yang membaca dan menikmati tulisan kita. Alih-alih pembaca akan menunggu hasil karya dan kepo apa karya kita selanjutnya. Ini adalah salah satu proses menulis untuk mengalir menuju alurnya.