"Kakak terlalu memaksa diri, deh. Ntar cepet tua, loh. Sesekali kakak butuh healing," kata Intan suatu hari.Â
"Lalu, siapa yang membiayaimu kuliah?" jawabku.
"Ih, kakak. Cukup kali, kak. Toh, aku bukan seorang gadis yang boros. Kakak tuh yang butuh diperhatikan. Ayok, besok kita ke pantai," pinta Intan memaksa.
"Tapi, besok kakak ada janji mau melatih anak-anak."
"Bisa dipending kali, kak. Ayolah, kakak butuh suasana lain. Siapa tahu nanti saat di pantai kakak bisa dapat ide, nih," rayunya.
Jika sudah begitu, siapa yang bisa menolak ajakan Intan? Rayuan tentang mendapatkan ide untuk sebuah tarian membuatku luluh.
"Baiklah," jawabku.
Intan melompat girang. Aku memandangnya penuh kasih sayang. Intan adalah adikku satu-satunya. Tak bisa kubayangkan jika aku harus kehilangannya.Â
***
Suasana pantai sungguh membuatku sedikit segar. Irama alunan ombak membuatku rileks. Benar kata Intan, bahwa aku memperoleh ide menari ketika mendengarnya. Menjiwai setiap ketukannya, membuatku seperti melamun.
Tiba-tiba pikiranku pecah. Sungguh, ini tentang seseorang. Aku pernah datang ke sini dengannya.Â