"Tak semudah membalikkan kata. Kamu tahu itu bukan? Bahkan aku yakin, kamu juga seperti aku, merasakan kangen. Mengaku sajalah."
Lalu berminggu-minggu kamu memaksaku melupakan semuanya. Sungguh jahat. Aku tak pernah bisa menyalahkanmu. Yang sebenarnya terjadi, karena aku begitu canggung dan tak bisa melupakan. Kangen itu tak pernah usai.
"Kangen menjadi masalah bagiku. Apakah kamu tahu dan ada cara untuk mengatasinya?" tanyaku.
Bahkan kamu tak menjawabnya.
"Mengapa kamu tega?"
Hanya angin lalu yang menderu. Lintasan huruf-huruf hanya sebagai angan belaka. Tak pernah ada arah balik.
"Sungguh, ini menyiksaku. Bicaralah barang sedikit," pintaku.
Hening.
***
Sebuah pesan datang, dikala mendung tipis menyeruak. Tampaknya hujan tak akan segera turun. Tetapi mengapa aku merasa seperti de javu? Bertemu dan kehilangan?
Lukisan itu hampir jadi. Ia akan menemui pemiliknya. Guratan oranye dengan semburat abu. Ada sebuah ruh yang menyertainya. Bagai sebongkah rasa yang membatu, yang tak akan memecah hingga kapanpun. Aku berharap, kamu mengerti. Kangen adalah satu-satunya cara agar cinta ini tetap ada.