"Gadis yang sudah memiliki Dave dan Desy, bu," jawabku tergelak. Ibu ikut tertawa lebar. Bahagia rasanya melihat ibu tertawa lepas. Tandanya ibu sudah membaik kesehatannya.Â
"Terimakasih kamu sudah merawat ibu," kata Ibu.
"Justru Sinta yang berterimakasih pada Ibu. Dulu Ibu merawat Sinta hingga sebesar ini. Maafkan kalau Sinta nakal, ya bu."
Kami saling berpelukan. Teringat dulu aku pernah membangkang Ibu ketika masih SMA. Aku ingin ikut kegiatan naik gunung, tetapi Ibu melarangnya. Aku marah dan mendiamkan Ibu berhari-hari karena akhirnya tidak jadi ikut naik gunung.
Benar saja. Sabda Ibu memang manjur. Kegiatan itu berakhir menyedihkan. Ada dua teman yang hilang dan tersesat. Sekolah jadi ramai dan ribut. Orang tua yang anaknya ikut kegiatan naik gunung menjadi cemas dan kalang kabut.Â
Aku bersyukur tidak jadi ikut dalam kegiatan itu. Setelah kejadian yang menegangkan seluruh sekolah, aku meminta maaf pada Ibu.Â
Ibu kemudian memberi banyak wejangan padaku. Memang pada waktu itu tidak begitu aku masukkan dalam hati, bahkan aku merasa sedikit jengkel.Â
Menurutku ibu sangat cerewet, tidak memahami aku sebagai anaknya, juga terlalu otoriter. Tetapi sekarang, wejangan itu semua benar. Apa yang dikatakan ibu adalah kebenaran yang bisa diterapkan dalam kehidupanku sekarang.Â
Lamunanku terhenti. Suara ribut dari depan rumah. Apakah ada tamu?
"Assalamualaikuuum..."
Suara ramai anak-anak kecil dari teras masuk rumah. Suara yang aku kenal dan kurindukan. Si kembar Dave dan Desy. Mereka berlarian menerobos ke kamar dan menuju Eyangnya, berebut minta salim. Lalu menuju aku dan memeluk manja.