"Pak, belikan aku bunga sepatu, ya." pinta saya kepada suami. Maksudnya sih minta satu pohon saja cukup. Buat menambah koleksi tanaman di halaman rumah. Etapi, saya malah dibelikan beberapa pohon. Masih berupa bibit sih, karena pohonnya masih kecil dan berada dalam polibeg kecil. Yah, kebetulan deh, sekalian dijadikan pagar hidup di samping rumah.Â
Tanaman bunga sepatu, yang saya jadikan pagar di samping rumah. Eh, lagi dijagain sama duo Emak Kucing. | Foto: Wahyu Sapta.
Saya memang tidak begitu menyukai tanaman hias yang sedang tren. Di samping harganya pasti lebih mahal dari harga biasanya, juga takut kalau nanti tidak bisa merawatnya karena sering saya tinggal.Â
Kan sayang, jika mereka menjadi merana. Karena paling banter saya bisanya menyiram setiap hari sebagai tanda kasih sayang. Atau memberinya sedikit pupuk saat diperlukan.
Saya lebih menyukai tanaman hias yang berbunga, yang bisa dinikmati sehari-hari dan tahan lama. Murah meriah dan gampang didapat. Tak harus memaksa berburu tanaman karena sedang tren. Jika sudah tidak tren, sudah tidak asik lagi, tidak diburu lagi, tidak disayang lagi. Kan mereka jadi kasihan. Merana.Â
Bunga yang ada di halaman rumah, saya koleksi dari penjual atau dari pemberian kerabat. Ketika saya bangun subuh hari, kemudian beribadah, mengurus dapur, lalu membuka pintu, keluar rumah menghirup udara segar. Bahagia ketika berjumpa semburat warna bunga di tengah hijaunya daun. Akan berbeda dari tampakan lain, karena pembawaan warna bunga yang sudah asli indahnya.
Bunga Sepatu warna merah. Indah, ya. | Foto: Wahyu Sapta.
Kadangkala, bunga yang ada di halaman memberikan wangi semerbak. Seperti pohon kemuning ketika sedang berbunga banyak. Pohon kemuning milik saya sudah belasan tahun usianya. Wangi bunga yang sedang mekar, bisa sebagai aroma terapi. Badan kemudian menjadi rileks dan urat syaraf mengendur. Alih-alih bisa menjadi obat hati. Bahagia ketika bertemu keindahan, lalu tak lupa untuk menyalurkan
hobi untuk memotretnya.
Cekrik!
Bunga Kemuning ketika berbunga banyak. Hum, bau wanginya bisa menjadi aroma terapi. Bikin rileks dan urat syaraf mengendur. | Foto: Wahyu Sapta.
Sukarela juga ketika mereka menjatuhkan bunga dan daun hijau yang telah menguning mengotori halaman. Saya mengambil sapu dan harus rajin membersihkannya agar sampah bunga dan daun kering tidak menumpuk. "Ini resiko menyukai tanaman, harus rajin menyapu." batin saya.Â
Sampah bunga dan daun kering harus rajin disapu agar tidak menumpuk. Sembari berjemur, gerak badan di halaman rumah. Asyik, kan? | Foto: Wahyu Sapta.
Olahraga sejenak dan berjemur untuk mendapatkan sinar matahari pagi sembari menyapu halaman.
Alhamdulillah. Nikmat Tuhan mana yang hendak kau dustakan?
Hari ini yang sedang rajin berbunga adalah Bunga Sepatu atau Hibiscus. Tanaman yang dibelikan suami telah tumbuh subur dan rajin berbunga. Putih, pink, dan merah. Bergantian mekarnya, karena bunga sepatu hanya bertahan satu hari kemudian layu. Tapi sebelumnya, sudah ada bunga yang masih kuncup, untuk mekar keesokan hari sebagai gantinya. Putus berganti. Bunga-bunga selalu bermekaran. Bahagia, kan?
Bunga Sepatu putih yang nyaris mekar sempurna, sungguh indah. Seranggapun ikut berbahagia. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu Pink. Warna favorit. Love it! | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Sepatu merah. Warnanya itu loh, sangat menyolok di sela dedaunan yang hijau. Hum. Cantik! | Foto: Wahyu Sapta.
Meskipun begitu, tak hanya bunga sepatu saja, adenium juga rajin berbunga. Meski saya hanya memiliki satu jenis adenium, tetapi karena ia rajin berbunga, maka itu cukup menambah bahagianya hati. Apakah kebahagiaan itu muncul karena biasanya seorang wanita menyukai bunga, ya? Entahlah.Â
Adenium atau Kamboja Jepang milik saya rajin berbunga. Menambah bahagia tiap harinya. | Foto: Wahyu Sapta.
Anggrek Catleya saya juga rajin berbunga. Setiap bertunas, ia sudah membawa bunga. Akan mekar ketika telah tiba saatnya. Awalnya saya hanya memiliki dua rumpun. Minta dari ibu mertua yang hobi berburu
anggrek. Lama-lama anggrek menjadi banyak.Â
Lihat Hobby Selengkapnya