Diperkirakan ada sekitar 15 juta pemudik yang akan meninggalkan Jakarta ke berbagai wilayah di Jawa dan luar Jawa. Jika ini terjadi, maka dikhawatirkan arus mudik penduduk akan membuat pandemi Covid-19 menjalar dengan cepat dan menambah zona merah di berbagai daerah tujuan pemudik.
Berbagai imbauan telah dikeluarkan oleh para pemimpin pusat dan daerah yang meminta masyarakat mengurungkan niatnya untuk mudik. Namun, belum adanya larangan resmi dari pemerintah membuat arus mudik tetap deras mengalir ke berbagai wilayah.
Memang tidak mudah untuk tidak mudik ke kampung halaman saat lebaran. Karena tradisi ini sudah berlangsung sejak lama. Dan dilakukan setiap tahunnya. Baru tahun ini, karena ada musibah pandemi, maka diharapkan tidak ada mudik ke kampung halaman.Â
Kegiatan mudik turut memperbesar risiko penularan Covid-19. Bagaimana pergerakan masyarakat terutama dari Jakarta (sebagai wilayah kasus positif  terbanyak) ke daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan lainnya, turut memicu perpindahan virus ini ke wilayah-wilayah lainnya.
Perpindahan pemudik dari wilayah pertama dengan jumlah kasus Covid-19 lebih banyak dapat menimbulkan ledakan kasus di wilayah kedua. Kemudian dari wilayah kedua akan berkembang ke wilayah lainnya dan seterusnya. Sporadis berkembang dan meluas.
Jika tidak ada pembatasan untuk tidak mudik, maka bisa dipastikan perpindahan virus ini semakin tidak terkendali.
Bahkan untuk hari ini, Kamis 21 Mei 2020, menurut Data Kementerian Kesehatan Indonesia kasus positif Covid-19 mencapai 973 orang. Bukan berkurang, tetapi bertambah. Memprihatinkan, bukan? Menyedihkan.
Belum lagi jika kita pikirkan lebih jauh tentang arus balik mudik. Ketika para pemudik kembali ke tempat asalnya, maka akan menjadi pemicu lain yang baru sebagai penularan Covid-19 gelombang kedua. Maka bukannya berkurang, tetapi malah semakin melebar.
Hal ini terjadi karena kurangnya disiplin diri dalam masyarakat untuk memutuskan rantai penyebaran virus. Jika saja masyarakat sadar, bahwa dengan tidak mudik, akan bisa menghambat pergerakan pandemi semakin meluas, maka kesadaran mereka akan timbul sendirinya tanpa diopyak-opyak melalui razia. Nalar dan nurani dengan sendirinya akan menolak dan sepakat dengan tidak mudik.
Tetapi jika kesadaran dan nalar itu terkalahkan oleh keinginan untuk menyambut lebaran secara berlebihan, maka entahlah. Apa yang akan terjadi selanjutnya amatlah mengerikan.Â
Karena sesungguhnya jika mereka sadar dan mau, berlebaran untuk tahun ini saja, tidak dirayakan dengan saling berkunjung dan pulang kampung, pasti bisa kok...