Suara polos dan ceria, kadang mendatangkan senyum yang dikulum. Bahagia mendengarnya. Kini tak ada.Â
Masjid dibuka kembali menunggu pandemi berlalu, katanya. Sampai batas waktu yang tak bisa ditentukan. Sedih? Tentu saja. Ini adalah masa tersulit ketika ramadan datang, yang dirasakan banyak orang.Â
Sekarang, dunia serasa pasif. Ketika senyum tak kelihatan meski sedang senyum. Tertutup masker meski masker terbaik sekalipun. Keindahan senyum menjadi tersembunyi.Â
Jaga jarak memperluas ruang rindu. Rindu tak bisa bertemu keluarga, eyang, orang tua, pakde, bude, paklik, bulik, keponakan, saudara, teman, kerabat. PSBB mempersempit ruang gerak, tak bisa kemana-mana.Â
Rindu berterbangan, menunggu masa pandemi berlalu. Sungguh, ternyata rindu itu berat.Â
Butuh penyesuaian, untuk bisa terbiasa dan menerima keadaan. Â Â
Semoga pandemi cepat berlalu. Aku rindu pada kehidupan normal sebelumnya. Agar bisa menjalani hidup dengan tak cemas. Kembali berperilaku normal seperti saat sebelum pandemi.Â
Kerinduan akan riuhnya saat ramadan datang, akan terwujud kembali. Beribadah nyaman, masjid terisi kembali.Â
Aamiin...Â
Semarang, 5 Mei 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H