"Kamu Mbak Wahyu, ya?"
Lalu ramai ngobrol ngalor ngidul.Â
"Yuk, foto bareng, mumpung bertemu."Â
Pertemuan itu yang tak hanya dengannya, melainkan dengan penulis-penulis senior keren lainnya dalam sebuah acara Kompasianival 2018 silam di Jakarta menjadi pertemuan yang menyenangkan.
Kukira ia tidak bisa berbahasa jawa. Logat bicaranya beda. Tidak medhok Jawa sepertiku. Jebul ia bisa juga bahasa Jawa. Lanjut deh seru-seruannya.
Dan dari nada bicaranya, aku tahu bahwa orangnya tegas. Memiliki jiwa kepemimpinan. Mandiri.
Hem, peristiwa itu sudah dua tahun lalu, tapi kenangannya tak hilang hingga sekarang. Bahkan karena telah saling tukar nomor WA, tetap saling berkabar. Meski hanya say hello.Â
Terkadang juga saling curhat, bukan masalah penting yang berarti, sih. Hanya unek-unek tentang kepenulisan. Kalau disimpen sendiri bisa meletus kayak balon.
Setelah lama kenal, baik lewat ngobrol ataupun membaca tulisannya, eh, ketahuan deh. Dia jago karate, loh! Muridnya Mas Iwan Fals. Iya, yang penyanyi itu. Jadi, jangan ajak tawur dengannya, karena jago nendang.
Ia juga punya hobi jalan naik gunung. Passionnya di sana. Ia pernah cerita, naik gunung sampai lupa diri. Kakinya keseleo, dan susah digerakkan karena kecapekan sehabis naik gunung.
"Buat salat susah nih pas untuk duduk." Kubilang agar semangat dan segera diurut ke tukang pijat.Â