Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jamu Mbak Yem yang Biasa Lewat Depan Rumah Semakin Laris

15 Maret 2020   16:46 Diperbarui: 15 Maret 2020   17:45 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada jamu kunir asem, beras kencur, brotowali, temulawak, cabe puyang, yang beberapa ditempatkan dalam botol kaca. (Foto: Wahyu Sapta).

Jika kita membayangkan seorang bakul jamu, pasti dagangannya digendong dengan selendang, dan memakai kain  kebaya. Lalu menjajakan jamu dagangannya dengan berteriak: "Jamuuu..." 

Berbeda dengan Mbak Yem, yang menjual jamunya dengan menaiki sepeda motor. Sehingga ia bisa menjangkau area yang lebih luas dan sudah memiliki banyak pelanggan. Cara menawarkannya juga unik. Dengan membunyikan klakson motornya yang memang sengaja dibuat keras. 

Tiap pagi sekitar pukul 08.00, Mbak Yem lewat depan rumah. Suara klakson motor jamu Mbak Yem mudah dikenali. Ia biasa membunyikannya di depan rumah pelanggan. Begitu pula saat melewati rumah saya. Kadang saya membeli, kadang juga membiarkan ia berlalu begitu saja. 

Ia telah lama berkecimpung di bidang jamu ini. Jamunya enak, kental, dan memakai gula aren asli, tanpa bahan pengawet. Ia meracik dan membuat jamunya sendiri. Bisa dibuktikan dengan tangannya yang selalu kuning karena terkena kunyit. Kemudian dijajakan olehnya sendiri, suami dan kakak perempuannya di tempat yang berbeda. 

Karena jamunya enak dan asli, banyak yang menyukainya. Eit, selain jamu, ia juga membawa dagangan jajanan pasar, krupuk, dan pisang, loh. Bahkan kadang dagangan jajanan itu lebih banyak dari jamunya. 

Saya sering nyeletuk, "Mbak, ini jualan jamu atau jajan, sih?" Ia pun kemudian terkekeh dan menjawab, "Dua-duanya." 

Selain menjual jamu, ia juga menjajakan jajanan pasar dan pisang-pisangan. (Foto: Wahyu Sapta).
Selain menjual jamu, ia juga menjajakan jajanan pasar dan pisang-pisangan. (Foto: Wahyu Sapta).
Sekitar tahun 1991 ia sudah berjualan jamu. Dulu masih digendong, dengan mengitari kompleks di sekitar perumahan saya. Ia bercerita, berdagang jamu dengan menggendong dilakukannya hingga tahun 1996. Ia merasa capek, kemudian ia mencoba berdagang dengan naik sepeda motor. 

Pada waktu itu saya belum tinggal di sana. Pantas saja, saya tahunya ketika ia berdagang jamu dengan naik sepeda motor. Dulu saya sempat terheran dan membatin, "Wah, zaman modern, bakul jamu aja naik motor." Tetapi karena sudah terbiasa, maka rasa heran itu menghilang. 

Saya berlangganan jamu sejak lama, ketika anak saya masih kecil dan baru pindah ke tempat tinggal saya sekarang di Semarang. Terkadang saya hanya membeli jajannya. Memang tidak tiap hari, sih. Hanya pada saat membutuhkan saja. 

Mbak Yem ini pintar bercerita. Jadi kalau ada pembeli, ia mengajak cerita. Apapun topik pembicaraan, ia selalu bisa menanggapi. Seperti isu wabah Corona yang baru merebak ini. 

"Mbak, jamunya tambah laris ya?" tanya saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun