"Aku kangen kamu, Ren. Lama nggak ketemu." Reni hanya tersenyum seraya mengangguk.Â
"Jadi, aku berkesempatan dong memiliki hatimu?" tanyaku tiba-tiba. Entah dari mana kata-kata itu datang.Â
"Nggak tahu." jawabnya.Â
"Kok nggak tahu sih? Baiklah, terimalah hatiku." kataku. Segera kubentuk bulatan hati dari kedua tanganku. Aku lempar ke arahnya. Ia menangkap bulatan hatiku dengan terkejut. Tapi tampaknya berhasil. Ia memegang erat hati itu.Â
"Lalu, akan aku kemanakan hatimu ini?"Â
"Simpanlah dalam hatimu. Kita tukeran hati saja, ya. Hatimu untukku, hatiku itu untukmu. Mau, kan?"Â
Ia masih ragu-ragu. Meski masih saja memegang hatiku.Â
"Mas Reno, memang ada jaminan kalau hatimu baik? Kalau iya, aku mau deh tukeran."Â
Aku tersenyum simpul. Dalam keadaan seperti ini, ia masih saja bisa bergurau. Oh, tapi tampaknya ia serius.Â
"Percayalah Reni, aku baik orangnya. Ayolah, kita tukeran hati ya, please..."Â
Aku menembaknya. Satu menit. Tik tok tik tok. Dua menit. Detik demi detik merayap. Tiga menit berlalu.Â