Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sketsa Rasa dalam Setangkai Mawar

26 Februari 2020   23:28 Diperbarui: 27 Februari 2020   05:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta

Kami berempat pulang ke posko. Pandu dan Salma berjalan lebih dulu, seperti memisahkan diri. Memberi kesempatan padaku untuk jalan berdua dengan Reni. 

"Mas, besok KKN berakhir." katanya tak bersemangat. 

"Bagus dong, kita bisa pulang. Katanya kamu sudah kangen rumah?" Ia mengangguk. 

Sepanjang perjalanan, hanya hening hingga sampai posko. Kemudian memisahkan diri, berkutat pada kesibukan masing-masing. 

*** 

Sudah lama aku tak bertemu Reni. Sudah dua minggu, sejak KKN berakhir. Ya, mungkin karena kesibukan masing-masing mengurus laporan. Entah kenapa, aku ingin sekali bertemu dengannya. Apakah hatiku seperti terbawa olehnya? Karena satu bulan bersama dengannya tiap hari, seolah ada sesuatu yang hilang. 

Inikah yang namanya rindu? Lalu mengapa aku tak ke rumahnya saja? Bukankah ia sempat memberi alamat? Baiklah, nanti selepas kuliah sore ini, aku akan mampir atau lebih tepatnya berkunjung ke rumahnya. Memenuhi rinduku? Ah, aku jadi tertawa geli. Rindu? Mungkin terlalu berlebihan. Apakah ia merasakan hal yang sama? Merasakan rindu? Entahlah. 

Sampai juga aku ke rumahnya. Aura nyaman dengan berbagai macam tanaman bunga tertata rapi. Seorang gadis sekitar kelas 6 SD, menyambutku. 

"Dik, kak Reni ada?" tanyaku. 

"Oh, ada. Duduk dulu, aku panggilkan ya kak." katanya. 

Aku segera duduk di teras, menunggu Reni keluar. Dag dig dug jantungku, menunggunya. Setelah limabelas menit, seseorang keluar, aku segera berdiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun