Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rindu Ibu Serupa Kenangan

5 Januari 2020   19:45 Diperbarui: 5 Januari 2020   23:53 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang basah sekelompok merpati terbang biasa mendekat, lalu berkerumun oleh lemparan jagung dari tangannya. Setumpuk koran selesai baca teronggok di meja depan mata. Seperti hari-hari lalu, kesunyian menemani di dalam rumahnya sendiri. Kosong, padahal dulu seramai cuitan anak burung dalam cengkeraman induknya.

Ia bergumam, "Detik ini berjatuhan serupa embun, menetes bening memasuki labirin ingatan, memunguti sisa-sisa kenangan masa lalu. Foto-foto di dinding, kamar-kamar, tempat tidur, meja, kursi, tak lepas dari pandangan mata. Masih sama, meski kini rupanya telah menjadi kenangan. Sekelibat gerakan bayangan masa lalu menghempas.

Ia ambil handphone, lalu bertanya pada seseorang, "Kapan terakhir kau dalam buaian ibumu, nak?" 

Suara serak menjawab dari sana, "Maaf ibu, tak ada sinyal. Nanti aku menelpon ibu kembali." 

Betapa kesunyian itu semakin menebalkan rindu. Dari seorang ibu yang pernah melahirkannya. Waktu kecil ditimang-timang, lalu ribuan kilometer jarak membentang, merentang. Ia memegang handphone takut lepas. Berharap, suara serak menelpon balik. Mengais bayangan kenangan, memerih luka dalam dada yang retak. 

"Belum saatnya, belum saatnya, belum saatnya bertemu." ujarnya sendu.

Semarang, 3 Januari 2020. 

Puisi ini saya tulis untuk acara EMPU, Pameran Kain dan Serat Pewarna Alam, diselenggarakan oleh Soeratman Foundation (Mbak Leya Cattleya). Pada tanggal 4 Januari 2020 dibacakan oleh Mbak Zubaidah Djohar.

Thanks ya Mbak Ibed, Mbak Leya. Aku padamu... 🤗

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun