Di rembang petang, tereja nama, pada kangen yang tak pernah usai. Pada ia, yang mengisi hati, hari-hari, bersama lompatan-lompatan rasa, apapun. Ia tahu, bahwa kangen ini tak pernah luruh, oleh wujud dan waktu.
"Mengapa menghilang?"
"Aku tidak menghilang, hanya butuh jeda, untuk sendiri, agar bisa merasakan bagaimana rasa kangen itu,"
"Kamu ngeles, ih."
Apakah ia tak mengerti, bahwa untuk kangen padanya membutuhkan setumpuk lompatan rasa yang berganti-ganti. Mengesalkan, dengan degup jantung berirama rock. Fluktuasinya kencang. Hampir menggemparkan seisi tubuh.
"Aku tak suka jika kau seperti itu." kataku kesal.
"Maksudmu?"
"Menghilangmu, sungguh menyiksaku."
"Mudah saja untuk tak membuatmu kesal," jawabnya memberi pilihan.
"Gimana caranya?"
"Lupakan saja aku. Itu saja."