Pada awalnya ia sempat mengeluh bahwa untuk mengajari ibu-ibu di sekitar desanya cukup membutuhkan energi ekstra.Â
Mulai dari nol. Dari awal mereka belum mengenal canting sama sekali, hingga sekarang ia memiliki delapan pegawai utama bagian pewarnaan dan finishing, serta dua ratus pegawai bagian canting. Kebanyakan pegawainya merupakan warga sekitar.Â
Ia sempat mengalami jatuh bangun. Bukan hanya pengorbanan waktu, tetapi juga dari segi pembiayaan.Â
Semangat pantang menyerah inilah yang membuatnya semakin banyak dikenal, terutama di Kabupaten Pati. Banyak kantor instansi pemerintah daerah yang datang memesan batik di tempatnya, baik untuk baju seragam ataupun busana pribadi.
Nama Batik Tulis Pesantenan itu sendiri mengambil nama lama Kabupaten Pati, yang dahulu memakai nama Pati Pesantenan. Disamping sebagai pelestarian budaya bangsa, juga simbol ikon Kabupaten Pati. Sekarang Batik Tulis Pesantenan telah dipatenkan.
Sri Puji Astuti juga mengatakan bahwa, batik tulis hasil karyanya tidak luntur dan warnanya tidak pudar hingga bertahun lamanya, meski sering dipakai dan pencucian normal.
Geliat pariwisata memang berdampak pada peningkatan pasar batik. Puji menangkap peluang tersebut dengan banyak mengikuti pameran-pameran atau workshop sebagai pengenalan batik tulis miliknya.Â
Usaha batiknya yang dikerjakan secara borongan, mampu meraup keuntungan yang lumayan per bulannya.
Sedangkan untuk warna lain bisa menyesuaikan, tergantung pada tingkat kerumitan desain motif. Karena ini akan berpengaruh pada proses membatik, dari waktunya, tingkat kesulitan, hingga proses pewarnaan.
Satu kain batik bisa memakan waktu yang berbeda-beda. Setidaknya ada enam tahapan dalam membatik, yang memakan waktu satu hingga dua minggu. Bahkan ada yang memakan waktu hingga satu hingga 3 bulan satu kainnya.Â