"Nggak tahu, mungkin saja bisa."
"Kapan?"
"Entahlah,"
Saatnya harus tega. Benar-benar meninggalkannya. Matanya yang redup dan sayu, seakan memohon, "Jadilah permaisuriku!"
Sungguh. Saat seperti ini, aku membenci suasananya. Aroma perpisahan sangat menyesakkan dada.
"Good bye Bintang."
"Good bye Alya."
Aku mengeluarkan sesuatu dari tas jinjingku. Sebentuk kertas kotak tebal, berwarna merah maroon. Pinggiran kertas tersulam warna keemasan. Sejak lama aku merancang kertas itu hingga menjadi sebuah kertas indah.
Ya, ini untuknya. Telah tertulis namanya di sana.
"Apa ini? Undangan? Kamu akan menikah?"
Wajahnya seketika memucat. Aku tak tega melihatnya. Tetapi, aku akan menikah seminggu lagi. Dan undangan itu, telah aku persiapkan dari rumah.