Dan aku adalah penarinya yang bisa membuat jiwanya merasuk dalam tarian. Berkelana di tarian, sehingga performa menjadi hidup dan selalu mendapatkan standing applause di akhir tarian.
Terakhir, aku menari bersamanya dengan judul Tarian Perpisahan ciptaannya. Ia seperti sudah merasakan, bahwa aku akan meninggalkannya untuk studi. Padahal pada saat itu, aku masih merahasiakan darinya.
Dan sekarang, di saat aku kembali. Dengan perasaan rindu yang menggunung. Kepadanya, juga tariannya. Mengapa ia menghilang? Kemana ia?
"Sandy...," desahku.
***
Kehidupan memang harus terus berjalan. Dan aku tak bisa terus menerus meratapi kehilangan. Bagiku, semangat Sandy masih menyala dalam sanubariku. Aku selalu mengingat pesannya, agar tak patah arang dan selalu berkreasi. Banyak belajar dan kreatif. Mengeksplorasi kemampuan diri, melatih tubuh agar tak menjadi kaku.
Sandy adalah guru yang baik, sekaligus kuanggap kakak kesayangan. Meskipun kadang galak, tetapi aku menyukainya. Bahkan saat terakhir, ia menyatakan sayangnya padaku. Tetapi, oh, mungkin belum saatnya. Hingga aku belum bisa menemukannya hingga sekarang.
Aku menggigit bibir bawahku. "San, aku juga cinta kamu, meski dulu tak sempat aku katakan padamu." batinku.
***
Hari itu aku memasang plang nama. "Studio Tari Icha".
Dengan perasaan bahagia, karena cita-cita melanjutkan alur jiwaku ke tari tercapai. Bahagiaku dengan tarian membubung bersama beberapa muridku. Bahkan, sudah ada rencana performa hingga dua bulan ke depan. Harus maksimal latihannya.