Membaca dan menulis itulah menjadi kesenangan dan semangat saya di lima tahun terakhir ini. Dan yang membuat saya bahagia, adalah anugerah Best in Fiction Kompasiana Award 2018Â yang diberikan kepada saya dari Kompasiana. Saya sangat berterimakasih kepada Kompasiana dan para sahabat saya yang telah mendukung. Menjadikan saya sejajar dengan penulis hebat lainnya di Kompasiana. Padahal, apalah saya.
Tentunya itu juga tidak ada dengan sendirinya, melainkan berproses. Beberapa buku juga telah tercetak. Meskipun masih tergabung dengan penulis lainnya. Cita-citanya belum terwujud untuk mencetak buku sendiri.
Nah, menulis 33 artikel dengan tema yang berbeda di bulan Ramadan adalah sebuah tantangan. Dengan kondisi saya, yang kadang tak memungkinkan. Tetapi saya berusaha untuk bisa menaklukkannya.
Sambil melakukan perjalanan di dalam kendaraan, proses menulis saya lakukan. Tidak mudah loh. Menulis di layar ponsel, sementara saya mobile. Juga kesibukan lain, seperti bertemu dengan orang, menyiapkan berbuka dan sahur untuk keluarga, beribadah ramadan, terawih. Hampir tak ada jeda, kecuali menjelang tidur di malam hari.
Butuh konsentrasi, agar tulisan tidak banyak typo dan sesuai tema. Kalau tidak dengan kemauan yang tinggi, maka tulisan jadi berantakan dan tidak jadi. Bete jadinya. Apalagi terpancang waktu, agar bisa tayang tiap hari. Sempat juga terpikir untuk tidak menulis. Tapi tantangan dari diri sendiri lebih mendominasi. Meski dengan kemampuan yang terbatas, Alhamdulillah tantangan terpenuhi.
Saya lebih merileksasikan diri. Agar tidak kemrungsung saat menulis. Kadang-kadang artikel menceritakan tentang keadaan yang sedang berlangsung. Atau menceritakan situasi yang saya temui pada saat itu. Mencari ide, bisa dari mana saja. Yang lebih dekat ide itu, bagi saya lebih enjoy untuk menulisnya.
Ya, ya. Memang kejenuhan sering melanda saya saat proses menulis. Buntu ide. Saya juga merasa kualitas tulisan menjadi lebih di bawah standar. Tidak maksimal. Tidak tereksplore.Â
Ada rasa sesal, saat tidak bisa mengeditnya, karena sistem yang mengunci artikel setelah tayang. Saat membacanya kembali, banyak kesalahan tulis dan terasa aneh. Tetapi, tak apalah. The show must go on.
Semangat menulis 33 artikel di bulan Ramadan itu, paling tidak menjadi amazing experience. Tidak akan terlupakan dan tetap memacu semangat menulis. Hanya mungkin selanjutnya, alun yang sedikit diperlambat. Tidak setiap hari, tetapi sesuai kebutuhan. Karena menulis itu adalah kebutuhan bagi saya.
Semangat ini tidak bisa saya dapatkan dari tempat lain, loh, selain di Kompasiana tercinta. "Saya mampu!" begitu seru batin saya. Dan sayapun harus berterimakasih kepada suami dan anak-anak, dan diri saya sendiri.Â