Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Renjana Bayangan Senja

26 Desember 2018   22:25 Diperbarui: 27 Desember 2018   20:19 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta

bayangmu ingin kucumbu, tapi tersapu oleh sadarku, kau tak tampak dihadapanku, nyatamu kian merayu, bagaimana aku harus padamu? cinta yang menggulung, semakin memintal, aku butuh dirimu.

"Aku rasa, aku tak bisa menanggungnya lagi. Aku tak mampu. Rindu ini terlalu berat. Apakah kau tak merasakannya?"

"Tapi Yan, aku...."

"Please, Sonya. Datanglah padaku."

Dan kesakitan yang dirasa Yan begitu pedih. Renjana cinta menderanya.

mengapa aku harus mengenalmu, tanpa pernah bisa mengelaknya, kau memberlakukanku semena. cinta yang kau terbitkan, sangat menyiksa. sekaligus bagai candu. yang tak pernah bisa kulepas. kau mengikutiku, terus-menerus, tanpa jeda, oh. pedihnya.

***

"Sonya, tentang perjodohan ini, ibu tak mampu menghadangnya. Ini kemauan ayahmu. Bagaimana ayah, kau tahu sendiri bukan?" kata ibu pada suatu hari. Hari yang merupakan hari tersuram menurut Sonya.

Sonya menangis sejadi-jadinya. Ia berpikir ingin lari saja dari kenyataan hidup. Ia merasa, tak lagi memiliki arti. Cintanya pada Yan hanya sebatas angan. Ia, tak bisa memilikinya.

"Bagaimana aku bisa mencintai dan mengabdi padanya? Jika setiap hari pikiran hatiku hanya tertuju pada kekasihku Yan? Aku tak ingin menyakiti dirinya, juga diriku sendiri. Juga menyakiti Yan."

Ayah dengan wajah galaknya, mana berani Sonya melawannya. Hanya sekali pandangan mata, ia luruh di hadapan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun