"Kamu itu ngelamun atau gimana? Pekerjaanmu kacau semua. Ayolah Enit, kau pintar. Pasti bisa menyelesaikannya. Hitungan ini sedikit lagi sudah benar. Tolong ulangi pekerjaan ini, ya." katamu sedikit membentak. Hari ini aku memang agak kacau. Sedang banyak pikiran. Pusing. Apalagi pekerjaan itu baru dan masih awam buatku. Tidak seperti biasanya. Baiklah, mungkin aku harus sedikit lebih kerja keras.
"Mungkin kau butuh berlibur untuk bisa membuatmu kembali segar. Tidak suntuk."
"Lalu saya harus bagaimana, pak?"
"Kamu kuberi kesempatan libur dua hari. Pergilah ke tempat wisata yang kamu suka."
Hampir saja aku berteriak senang. Tetapi tak jadi. Melihat wajah bayinya agak muram.
"Bapak baru bersedih ya?"
"Hei, Enit. Apakah wajahku seperti bapak-bapak, sehingga kamu selalu memanggilku bapak?" katanya kesal.
Aku terbungkam. Aku bingung. Bagaimana harus menjawabnya? Meski dalam hatiku berkata, "Wajahmu bayi dan kamu selalu di hati, bosku."
Aku tersenyum dan hampir terkikik. Tetapi tertahan dengan menutup mulutku pelan. Untung saja ia sudah meninggalkanku. Jadi tidak ketahuan.
***
Bermanja di tempat wisata pada saat bukan hari libur itu menyenangkan. Tak perlu berdesakan untuk tiba di sana dan bisa leluasa menikmatinya. Seperti milik sendiri. Mirip sebuah pantai tak bertuan. Di sini bisa sesuka hati memotret obyek wisata dan berselfie tanpa gangguan yang berarti. Lagi pula, aku juga lebih menyukai tempat yang sepi.