Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wajah Bayinya Menyihirku Bagai Pungguk Merindukan Bulan

4 November 2018   12:36 Diperbarui: 4 November 2018   13:20 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ruang muslimah.co

Suatu saat kesunyian akan merengkuhmu. Tak kau inginkan, tetapi ia datang dengan hati pilu yang setengah tak mau. Ya, menunggu ia. Seperti memahami kesunyian yang tak bertepi.  Tetapi kesunyian itu seketika lenyap, saat senyum simpul datang darinya.

"Hai, Enit. Boleh aku pinjam pulpenmu? Sebentar saja?"

Lalu permohonan itu diikuti oleh sebilah kerlingan mata yang mampu merobek keangkuhan kemarahanku. Mana pernah bisa marah jika begini? Langkah yang keliru saat aku menengok ke arahnya. Wajahnya yang seperti bayi, akan menyihirku menjadi seekor pungguk yang merindukan bulan.

"Duh, sedang marah padaku, ya? Maafkanlah kalau begitu. Aku kan tak sengaja untuk datang terlambat. Tadi macet di jalan. Sedang laju mobil tak bisa dipaksa. Kalau kamu cemberut seperti itu, nanti aku semakin menjadi cinta, gimana? Kamu mau bertanggung jawab?"

Seketika aku tertawa tergelak mendengarnya. Bisanya ia berkata seperti itu. Menyebalkan!

"Baiklah, kita mulai ya. Kamu sudah menyiapkan semua bahan untuk presentasi nanti, bukan? Aku menggantungkan semua padamu."

"Sudah, pak." jawabku.

***

Berurusan dengannya itu ibarat ngeri-ngeri sedap. Semakin di dekati, semakin ngeri. Tetapi aku merasakan sedap saat berdekatan. Heran ya? Sebenarnya simpel saja bila mau. Tetapi tak semudah dan sesimpel yang diduga. Harus ada rentetan panjang. Aku tak mau. Atau tak mampu?

"Enit, jangan suka melamun jika sedang bekerja. Nanti jauh jodoh, loh."

Eh, apa hubungannya melamun dengan jodoh? Ia memang selalu mencari gara-gara. Menjadikanku bad mood. Perkataan itu mirip doa. Bagaimana jika aku jauh jodoh beneran? Amit-amit deh. Jangan sampai. Aku bercita-cita menikah muda dan memiliki banyak anak. Hem. Aku tersenyum simpul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun