Saat putus asa datang, adakah teman yang mau berbincang? tanyamu. Suara gumam kudengar jelas terangkai dari sudut bibirmu.
Mengapa? tanyaku. Saat butuh teman, akan datang aku! seruku.
Tetapi begitu perihnya diriku, aku tak lagi bisa menopang hancurnya hati. Dunia seakan berada dalam gelap kabut, keluhmu.
Kau mengerti? Saat satu langkah dirimu maju ke depan di dalam gelapnya kabut, akan terlihat satu langkah ke depan. Ketika kakimu kembali melangkah satu langkah ke depan, akan akan terlihat kembali satu langkah ke depan. Hingga tercapailah tujuanmu.Â
Dan hei! Melangkahlah! Selangkah demi selangkah, saat langkah mulai menderap, hingga mencapai puluhan, ratusan dan ribuan langkahmu. Percayalah pada tujuan semula. Tetaplah membuka mata, tanpa harus terpejam. Jangan takut, aku percaya padamu, itulah cara untuk menerjang gelapnya kabut. Tak lagi gelap, bahkan akan menemui terang benderang.
Kata-kata dariku membisik tertuju padamu.Â
Senyum akhirnya mengembang dari sudut bibirmu, lalu bertanya, mengapa kau baik padaku?Â
Aku menjawab, itulah gunanya teman. Hanya setitik yang bisa kuperbuat, untukmu. Uluran tanganku ini, tak akan sebanding dengan hancurnya hatimu.Â
Gelap kabut sirna dan teman baik ada.
Semarang, 28 Juli 2018.