Di setiap peristiwa, pasti mengandung suatu hikmah atau suatu manfaat. Tentu saja bila kita mau menelusuri segi positifnya dan mau merenunginya. Baik itu peristiwa yang menyenangkan maupun tidak. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari setiap peristiwa yang kita alami.
Disamping pembelajaran hidup, bisa saja suatu peristiwa juga suatu rezeki loh. Kok bisa? Di dalam kehidupan, ternyata ada bermacam jenis rezeki yang bisa kita peroleh. Rezeki tidak harus berbentuk materi saja. Bisa berbagi, menceritakan sesuatu dan mendengarkan kisah orang lain, itu juga rezeki.
Misalnya, Adera, wiraswasta, 45 tahun, saat harus menggantikan pegawai yang tidak masuk karena sakit, selalu saja ada peristiwa hikmah baginya. Seperti, bertemu orang-orang secara langsung, yang entah kenapa, begitu bertemu, langsung percaya dan menceritakan kisah hidupnya, pengalaman hidup yang dialaminya, saat suka atau dukanya. Itu juga menambah kekayaan batin, yang berarti rezeki.
Atau Desi, 25 tahun, pegawai swasta, ketika berkunjung ke suatu tempat dan bertemu seseorang untuk suatu kepentingan. Tiba-tiba ia menerima curhatan seseorang tentang kehidupan. Itu juga menambah kekayaan batin dan itu rezeki. Desi tak pernah meminta seseorang itu untuk menceritakan sesuatu. Tapi entah mengapa, cerita itu mengalir dengan sendirinya.
Kalau dipikir, seseorang tersebut telah lega menceritakan sesuatu dan itu membuat beban pikirannya menjadi sedikit lebih ringan. Meskipun Desi tak bisa membantu lebih banyak. Tetapi hal itu menambah kekayaan dan pengalaman batin baginya.
Atau pernah juga, saya berkunjung ke seseorang, yang agaknya ilmu yang dimilikinya sudah tinggi dan sudah senior. Ia memberikan wejangan begini, "bahwa hidup itu tidak melulu untuk makan, tapi makan itu untuk hidup". Maknanya sih dalem banget dan saya seperti tertohok. Merasa bahwa saya masih banyak kekurangan. Beliau (orang yang yang saya temui tadi) hidupnya telah mapan. Bahkan jauh banget di atas mapan. Tapi ia tetap dalam kesederhanaan. Makan sehari hanya satu kali, saat ia merasa lapar.
Dan bagaimana dengan saya? Wah, kalau saya sih, tetep, tiga kali sehari, baik sudah lapar atau belum lapar. Yah, istilahnya, saya masih berpikir, makan itu rutinitas dan bersifat robotik.
Ia juga berpesan, bahwa apa yang kita makan itu akan membentuk karakter kita. Bila apa yang kita makan itu bersifat halal thoyibah, maka hidup kita akan aman dan nyaman, jauh dari segala penyakit. Katanya lagi, "Coba itu para koruptor, ternyata akhir hidupnya banyak yang terkena penyakit. Itu karena makanan yang dimakan tidak diketahui asal-usulnya. Dalam artian harta yang diperolehnya untuk membeli makanan tidak jelas apakah halal atau tidak."Â
Dan ilmu yang diberikan kepada saya itu akan tetap saya simpan. Rezeki buat saya. Suatu keberuntungan karena bisa bertemu beliau dan memperoleh ilmu. Ya, ilmu itu menambah kekayaan batinku dan itu merupakan rezeki.
Jadi, rezeki itu, tak harus berupa materi.
Semarang, Jumat, 9 Februari 2018.