Kau memberikan bibit cinta dan rindu. Kau menyiramnya dengan setulus hati serta kasih sayang. Hingga cinta dan rindu tumbuh dengan baik. Bahkan sesekali kau memberikannya pupuk cemburu. Agar mereka tumbuh dengan subur.
Tetapi saat cinta dan rindu bertumbuh sempurna, kau memangkasnya tanpa ampun. Bersih tak bersisa.
Lalu kau menyiram dan memupuknya kembali, hingga mereka tumbuh kembali. Cinta dan rindu ada kembali, tumbuh kembali.
Begitulah terus menerus.
Oh,
Tahukah kau?
Betapa sakitnya saat kau memangkas cinta dan rindu itu? Mereka mengalami luka.
Lalu dalam luka mereka bertumbuh kembali,
Luka lagi.
Bertumbuh kembali?
Cinta dan rindu ini merasakan riang, lalu nestapa. Begitulah terus menerus.
Mereka merasa, dirinya tak akan pernah menjadi sesuatu yang sempurna, meski kau merawatnya dengan baik, menyiramnya baik pula. Bahkan memupuknya dengan yang terbaik.
Mereka tak akan pernah tumbuh menjadi liar untuk menemukan jati dirinya. Mereka akan selalu patah dan patah. Luka demi luka. Lalu tumbuh, patah, luka, tumbuh, patah, luka, oh.
Cinta dan rindu di tanganmu,
: menyisakan lara.
Semarang, 26 Desember 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H