Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ayam Ingkung Ternyata Bisa Menjadi Kuliner yang Menarik

12 Oktober 2017   23:19 Diperbarui: 13 Oktober 2017   12:19 5144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilihan jatuh pada Waroeng Ndesso, yang merupakan warung ayam ingkung pertama kali di Pajangan Bantul. Setelah warung ini ramai, banyak warung serupa yang mengikuti jejaknya untuk membuka kuliner Ayam Ingkung. (Dokumentasi Pribadi)

Ayam ingkung, biasanya disajikan pada saat-saat istimewa yang berhubungan dengan acara syukuran atau selamatan. Ayam ingkung adalah sajian ayam yang dimasak utuh dengan baluran bumbu santan areh. Rasanya gurih manis. Ayam yang dipakai adalah ayam kampung, sehingga rasanya khas dan nikmat.

Ayam ingkung memiliki cerita panjang sebelum akhirnya jadi makanan lezat dan istimewa yang sekarang merakyat. Semula, ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi santan kental ini merupakan sesaji untuk acara tertentu. Nama ingkung itu sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni kata "ing" atau "ingsung" yang berarti aku dan kata "manekung" yang bermakna berdoa dengan penuh khidmat. Ayam ingkung juga merupakan simbol pengorbanan. Seiring dengan waktu, ayam ingkung saat ini menjadi menu favorite yang merakyat. Bahkan bisa menjadi kuliner yang menarik, loh.

Hari Kamis, saya berkunjung ke Yogyakarta bersama keluarga karena ada acara. Nah, bingung mau makan siang di mana. Kakak saya usul, makan siang di Bantul saja, ada kuliner seru, tempatnya nyaman dan enak. Ayam Ingkung. Eh, masak iya ayam ingkung dijadikan masakan kuliner, pikir saya saat itu.

Sampailah di Bantul. Ternyata di sana banyak tempat kuliner yang menyajikan menu ayam ingkung. Rasanya, seperti kampung kuliner khusus ayam ingkung.

Pilihan kami jatuh pada Waroeng nDesso, yang terletak di desa Karangber Guwosari Pajangan Bantul Yogyakarta. Kurang lebih berjarak 11 kilometer dari pusat kota Bantul. Kata tukang parkir di sana, warung ini buka sejak tahun 2011 dan tetap menjadi primadona di kota Bantul karena rasanya yang enak dan tetap menjaga kualitasnya. Waroeng Ndesso ini merupakan warung ayam ingkung yang pertama di Pajangan Bantul. Setelahnya banyak yang mengikuti jejak warung ini sehingga sekarang ada beberapa warung serupa yang menyajikan ayam ingkung.

Pilihan jatuh pada Waroeng Ndesso, yang merupakan warung ayam ingkung pertama kali di Pajangan Bantul. Setelah warung ini ramai, banyak warung serupa yang mengikuti jejaknya untuk membuka kuliner Ayam Ingkung. (Dokumentasi Pribadi)
Pilihan jatuh pada Waroeng Ndesso, yang merupakan warung ayam ingkung pertama kali di Pajangan Bantul. Setelah warung ini ramai, banyak warung serupa yang mengikuti jejaknya untuk membuka kuliner Ayam Ingkung. (Dokumentasi Pribadi)
Setelah memesan, nggak pakai lama, ingkung telah tersaji. Sajian ayam ingkung utuh besar, harganya 125 ribu rupiah bisa dimakan berlima, sudah termasuk sambal dan lalapan. Sambal yang disajikan juga istimewa, terdiri dari dua macam, sambal terasi dan sambal bawang dengan cabai rawit pedas. 

"Kapan masaknya, mbak? Kok cepat banget?" tanya saya menggoda mbak pramusaji. Si Mbak yang menyajikan hanya tersenyum. Lalu saya tanya, warung ini buka jam berapa? Warung buka antara jam 10.00 hingga 20.00 WIB, jawabnya.

Selain menu ayam ingkung, ada juga menu ikan wader krispi, trancam (sayuran mentah yang diberi kelapa), tahu tempe goreng, gudeg manggar, tumis kangkung dan tumis daun pepaya. Ternyata mereka memasaknya tanpa msg, loh. Kok bisa enak, ya. Alami. Dan sepertinya cara memasak mereka memakai tungku kayu. Jadi memiliki sensasi aroma kayu yang menambah kelezatannya. 

Selain makanan, minuman yang ditawarkan juga alami dan khas. Teh manis dengan gula batu, beras kencur, kunir asem dan aneka jus. Berasa ke alam masa lampau. 

Teh manis dengan gula batu. Rasanya lebih nikmat. (Dokumentasi Pribadi)
Teh manis dengan gula batu. Rasanya lebih nikmat. (Dokumentasi Pribadi)
Apalagi lokasinya yang berada di kampung, jauh dari jalan besar. Tidak kemrungsung. Benar-benar nuansa kampung pedesaan. Bangunannya juga di desain pedesaan. Tempat lesehan duduk dengan tikar. Tetapi juga disediakan kursi dan meja untuk yang tak biasa/bisa duduk di bawah. Karena ada eyang kami yang sudah sepuh, maka kami memilih duduk di kursi. Siang itu, warung penuh oleh pembeli.

Mulailah kami menikmati makanan. Ayam ingkung rasanya pas, bumbunya meresap. Dagingnya empuk, meskipun memakai ayam kampung. Alami dan segar. Sambalnya juga pas. Sayuran tumis daun pepaya sama sekali tidak pahit. Pasti pintar yang masak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun