Aku wanita yang sedang jatuh cinta, ingin membawanya selalu ke dalam hidupku selamanya, aku wanita yang sedang jatuh cinta, kuharap dia merasa yang aku rasa (Lirik lagu: Aku Wanita, Reza A)
Aku hanya seorang wanita, memilih diam saat saja ada pertanyaan apakah aku mengenalnya. Bukannya aku tak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi sungguh, aku memang tak mengenalnya. Lalu mengapa selalu saja suara berbisik-bisik, “Ia telah bersamanya beberapa waktu lalu.” Oh, seseorang telah mengabarkannya. Aku tak mengerti.
Hei, bukankah suara itu tak lagi menggemuruh? Suara terendap dalam waktu dan berada dalam dasar frekuensi suara dimana hanya orang-orang tertentu yang mendengarnya. "Percuma saja percaya, itu tak benar," kataku. Tetapi mungkin saja suara lirihku tak terdengar oleh mereka. Lalu mereka hanya menganggapnya hanya sebagai angin lalu, dan suara bisik-bisik tetap ada. Aku seperti berbicara bertemu tembok, memantul dan kembali ke arah asal.
Drama itu telah berlalu. Aku tak mau jika cerita itu mengembara lagi. Cukup sudah. Aku tak ingin urusan pribadiku terusik, hanya karena peristiwa yang telah membuatku malu. Selama ini aku tak pernah mengusik seseorang. Selalu menjaga privacy. Sungguh, tak menyangka jika ada yang telah berkhianat di belakangku. Aku mencurigai Prisca. Selama ini pasti Prisca berpura-pura baik, agar ia bisa dengan leluasa memasuki kehidupanku tanpa pernah curiga. Bukankah aku memang orang yang selalu positif dan jarang mencurigai seseorang? Aku selalu menganggap bahwa semua orang adalah baik. Duh, satu kelemahan yang kadang membuatku repot. Tapi, ini sebenarnya kelemahan atau kelebihan? Entahlah! Aku baik karena memang ingin baik. Itu saja. Tapi mengapa kebaikan ini ada saja yang menyalahgunakannya. Dan akhirnya aku berkesimpulan, bahwa mencari teman itu harus selektif. Apalagi teman yang bisa aku percayai. Sungguh, aku tak menyangkanya.
Aku tahu, aku telah memilih jalan yang keliru, di mana hanya terjal dan berliku. Tapi itu bukan keliru, hanya saja, aku tak tahu ke mana arah jalan yang lurus dan tak terjal. Wewangian telah membius keindahan jalan terjal. Aku berpikir, aku akan mengadopsi perkataannya dengan keindahan itu.
Baiklah, aku hanya seorang wanita, aku hanya bisa diam dan membiarkan kata-kata menebar berbisik-bisik. Tetapi mungkin itulah suatu jalan agar aku bisa mengenal jalannya. Bukankah semua pasti ada ujungnya? Sibakan ilalang akan memberi jalan itu. Teranglah menyinari langkah yang hendak kutuju.
Jika saja aku lebih berhati-hati, Pandu bisa menjadi teman yang baik, tapi ia lebih condong ke Prisca. Padahal Pandu tahu, bahwa Prisca tak sebaik yang ia kira. Tapi mengapa ia lebih memilih Prisca? Hatiku seperti tertusuk sembilu, saat semua mengalihkan pandangan dan menjauh dariku.
“Maaf, Flo. Aku tak bisa bersamamu lagi. Aku beralih ke tempat lain. Selama aku di sini, aku memetik pelajaran yang berharga, aku banyak belajar darimu. Bukannya aku tak sayang padamu, tapi aku ingin lebih baik. Di sini aku stagnan. Aku hanya berupa bayangan yang berada di balik ketenaranmu,”
Sementara aku sendiri, hanya sendiri.
Baiklah, aku mencoba untuk bangkit dan berjalan kembali.
Aku hanya seorang wanita, yang berusaha fight untuk bisa kembali ke dunia indahnya. Entah ada berapa wajah yang telah menghias menambah kesan magis penuh misteri. Sungguh wajah itu telah mengerikan dan kini menghilang diam-diam dan berganti sinar putih yang gemilang dan santun.