Mendidik anak, gampang-gampang susah. Ada tarik ulur agar tak terjadi salah jalan. Jika terlalu di dikte, anak akan manja dan tidak mandiri. Sebaliknya, jika terlalu diberikan kebebasan tanpa diberi tanggung jawab, akan menjadi liar dan tak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Saat anak-anak masih balita, mungkin orangtua masih bisa mengarahkan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi, setelah memasuki masa pubertas atau remaja, anak akan banyak maunya. Inilah saat yang penting untuk mendidik anak agar tak lepas kontrol.
Di masa pubertas, biasanya anak akan sensitif dan mudah tersinggung. Emosinya belum stabil. Mudah tersinggung apabila orangtua mengatur kehidupan mereka, apalagi jika tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Masa pubertas atau masa remaja, sangat membutuhkan bimbingan dari orang yang lebih tua. Siapa lagi jika bukan orangtuanya sendiri? Orangtua di sini bisa saja orangtua kandung, orangtua angkat atau wali.
Seperti kita ketahui, bahwa anak pada masa pubertas mulai memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini normal, karena rasa itu adalah pemberian dari Tuhan untuk menyambung generasi selanjutnya untuk meramaikan bumi. Yang perlu dikhawatirkan adalah saat mereka lebih mementingkan perasaannya dibanding sekolah, hingga menjadikan mereka malas belajar dan sekolah. Di sini keberadaan orangtua sangat dibutuhkan. Bimbingan orangtua akan mengawal mereka agar tak lepas kontrol dan tetap berjalan pada norma agama, sehingga mereka bisa mencapai cita-citanya tanpa terganggu.
Sebenarnya orangtua tidak perlu terlalu khawatir, karena anak-anak sendiri, sebenarnya merasa membutuhkan bimbingan dan kasih sayang orangtuanya. Jika mereka membangkang, mereka hanya ingin dimengerti oleh orangtua. Apabila orangtua memberi perhatian dan pengertian tentang keberadaan mereka, anak-anak juga akan mengerti. Mereka akan patuh pada orangtua dan aturan yang diterapkan. Sebaiknya orangtua bersikap sebagai teman, sahabat sekaligus orangtua untuk anak-anak.
Ada beberapa hal yang bisa menghindarkan remaja dari pergaulan yang tidak diinginkan:
- Bekalilah anak dengan pengetahuan agama yang cukup. Jika anak memiliki keimanan agama yang cukup, mereka akan segan melanggar aturan agama, sehingga mereka terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan oleh orangtua. Misalnya berpacaran melebihi batas norma agama dan masyarakat, sehingga akan memperkecil hamil di luar nikah dan nikah muda.
- Ajaklah anak untuk selalu berdiskusi tentang segala hal, baik saat di sekolah maupun di luar sekolah pada saat mereka bermain dengan teman. Buatlah situasi rumah yang aman dan nyaman, sehingga mereka merasa terlindungi dan nyaman menceritakan sesuatu, misalnya saat mereka sedang berada dalam masalah. Orangtua juga harus bersikap mengayomi dan menyayangi keluarga. Jangan sampai anak akan lari kepada hal yang lain, di saat mereka membutuhkan bimbingan dan didengar curhatnya. Misalnya, mereka lebih percaya pada omongan teman daripada orangtua sendiri, sehingga menimbulkan persepsi yang salah tentang kehidupan. Atau mereka lari ke narkoba dan pergaulan yang salah. Jika orangtua sibuk, buatlah pertemuan dengan anak yang mementingkan kualias. Tetaplah meluangkan waktu meski sedikit, demi pertumbuhan anak. Tak akan sulit kok, toh demi kebaikan anak sendiri. Jika anak berhasil di masa depan, orangtua juga akan memetik hasilnya dan bangga pada anaknya.
- Berikan pendidikan yang cukup, baik dari segi formal maupun informal. Pendidikan sangat perlu untuk bekal mereka di kelak kemudian hari. Jangan segan-segan untuk memberikan peringatan agar mereka jangan lupa belajar. Bila perlu tiap hari. Meskipun mereka mengerti bahwa belajar itu penting, yang namanya anak-anak, kadang-kadang ada rasa menentang untuk tidak belajar. Jika mereka memiliki kesibukan, maka perhatian mereka tidak melulu pada masalah pacaran atau hal negatif lain yang sering menganggu mereka belajar. Kelak jika mereka memiliki pendidikan yang tinggi, maka dalam menjalankan kehidupan berumah tangga, juga memaksimalkan kualitas keluarga dan membentuk generasi mendatang yang lebih berkualitas. Akan sangat berbeda, jika mereka membentuk keluarga dengan pendidikan yang lebih rendah.
- Jika anak mulai merasa tertarik pada lawan jenis, berilah pengertian bahwa hal itu normal. Jangan katakan tidak boleh berpacaran, akan tetapi berilah pengertian bahwa saat ini mereka harus konsentrasi terlebih dahulu pada sekolah, jangan berpacaran dulu. Bertemanlah sebanyak-banyaknya. Sebisa mungkin, kenali teman-temannya dan lingkungan mereka. Beri juga pengertian, bahwa menikah itu membutuhkan kesiapan baik mental, fisik dan finansial. Itu artinya mereka harus siap, menyelesaikan studi terlebih dahulu hingga ke jenjang yang tinggi, bekerja untuk finansialnya, baru menikah. Coba bayangkan, jika masih kecil, masih sekolah, harus mengasuh bayi, memberi pendidikan dan memberi susu. Anak akan berpikir panjang, hingga akhirnya mereka lebih mementingkan belajar demi masa depan. Persaingan di masa depan lebih ketat. Bila ingin sukses, harus mampu bersaing.
- Berilah pengertian tentang reproduksi. Untuk anak perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi. Akhil baligh pada anak laki-laki ditandainya dengan mimpi basah. Itu tandanya bahwa meraka sudah bisa bereproduksi. Berilah pengertian, bahwa jika mereka dekat-dekat dengan teman lawan jenis (berpacaran) yang melampaui batas, bisa menyebabkan kehamilan, karena reproduksi mereka telah sempurna. Maka dalam pergaulan, mereka harus hati-hati. Mereka harus bisa menjaga diri dan bisa menyayangi diri mereka sendiri, agar tak terjatuh dalam pergaulan bebas. Kesempatan menjaga diri sendiri, hanya berlangsung satu kali seumur hidup. Jika sudah terkoyak, kesucian akan ternoda.
- Kawallah anak-anak dengan memberi mereka semangat dan pujian. Sesekali memarahi mereka karena melakukan pelanggaran itu sah-sah saja karena demi kebaikan mereka. Berilah contoh yang baik, agar mereka terbiasa meniru perilaku yang baik. Jangan sampai orangtua pandai menasehati, akan tetapi memberikan contoh yang tak baik. Mereka akan menjadi bingung, akhirnya terjadi krisis kepercayaan dan tak mau mendengar lagi omongan orangtua dan bersikap semau gue. Berbahaya bukan?
- Jangan berputus asa, karena anak adalah titipan Tuhan, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika orangtua berhasil mendidik anak dengan baik dan benar, maka akan bisa menjadi bekal di kemudian hari saat orangtua telah tiada. Disamping itu, juga akan meninggalkan nama baik dan kebanggaan. Siapa sih yang tidak senang pada saat anaknya sukses dan berhasil? Pasti orangtua itu sendiri.
Demikian sekelumit hal yang mungkin bisa menghindarkan generasi muda dari hal-hal negatif di lingkungannya. Yang terpenting adalah peranan orangtua dalam mengawal pertumbuhan mereka dari kecil hingga mereka mampu mandiri. Mencegah mereka untuk tidak menikah muda dan menikah saat mereka telah berusia matang dan siap secara finansial.
Jika generasi muda memiliki perencanaan yang matang dalam menyongsong masa depannya, maka tercetaklah Generasi Berencana (Genre) yang maksimal. Memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, hingga mampu bersaing di dunia luar, karena daya saing yang semakin ketat.
Dengan pendidikan tinggi, akan bisa mendapatkan perkerjaan yang layak dan maksimal, sehingga secara finansial mampu menghidupi keluarganya kelak di kemudian hari. Dengan sendirinya kualitas keluarga akan meningkat dan mandiri. Generasi yang dihasilkan juga akan meningkat, sehingga menjadikan generasi lanjutan yang lebih maksimal dan mandiri dari sebelumnya, serta mampu bersaing dengan dunia luar.
Generasi Berencana, menjadikan generasi berkarakter dan mandiri. Generasi Berencana meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Bung Karno:
- “Berikan saya Sepuluh Orang Pemuda, maka akan saya goncangkan dunia”
- “Pemud aadalah Harapan Bangsa”
- “Siapa yang memiliki Pemuda akan menguasai Masa Depan”
- “Sesungguhnya ditangan pemuda terletak nasib umat dan dalam keberaniannya terletak hidup Bangsa”