Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[HUT RTC] Menuju Bintang

8 Maret 2016   19:03 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dokpri, novel: Catching Star, Fira Basuki"][/caption]

 

Minggu Kedua (terinspirasi novel)

 

Ketika kulihat malam di pelupuk mata yang menyala,

tak kutemukan bintang-bintang, 

aku gusar dan berputar-putar

bagai haluan bumi, aku tak menetap , selalu berputar.

 

O kau,

ada banyak, banyak sekali yang mesti kukatakan padamu,

tentang diriku dan aliran sungai yang berkelok,

sunyi tak berkesudahan.

malam gelap, larut dalam arusnya pendar bintang

 

Demi mengarah padamu, harus bagaimana sikapku kepadamu?

demi mengingat kembali bagaimana kau memelukku, 

mungkin kau tak pernah mengerti, betapa kebersamaan sungguh berarti,

semua waktu dan sepiku untukmu,

 

Diriku kini telah melesat, menuju bintang, menemuimu,

ribuan cahaya kerlip mengarah kepadaku,

diriku menari bintang,

bersamamu, menuju kebadian,

 

dan kini telah tiba waktunya, 

kita berbincang tentang waktu yang telah hilang.

 

"Sinta, kaukah itu?"

"Ya Rama, ini aku, aku rindu padamu!"

 

****

Semarang, 8 Maret 2016.

 

Terinspirasi oleh novel 

Catching Star

Fira Basuki

 

Baiklah , ini di hari aku mati. Aku tidak tahu berapa lama aku berjalan. Aku lalu sadar, aku ya itu tadi, mati. Meninggal. Kehilangan nyawa. Tiada. Ora ono. Sebutlah apa saja, yang jelas aku sudah tidak ada di dunia. Kulihat jasadku di sana. Aku tidak bisa kembali karena cahaya itu memanggilku. Tapi aku masih bisa mendekati cahaya itu. Seakan aku disuruh melihat keadaan ragaku.

 

Aku tidak menyesal untuk mati...

 

Karya ini diikutsertakan dalam rangka memperingati HUT Perdana RTC.

[caption caption="Dokumen RTC"]

[/caption]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun