Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Bernard yang Gelisah

7 November 2015   05:37 Diperbarui: 7 November 2015   07:38 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Wahyu Sapta, 24

September yang panas. Puncak cuaca musim kering terjadi di bulan ini. Tak ada padang rumput yang tersisa. Semua kering tergerus oleh tingginya suhu matahari yang memancar ganas. Bernard The Sheep*) menoleh ke petak-petak tanah yang kering dan tandus. Tak ada rumput untuk anak-anaknya. Kakinya menggelinjang karena panasnya tanah berdebu. Ia mengharap hujan segera datang. Tetapi ini masih September dan harus menunggu Nopember, masih dua bulan lagi.

Bernard segera berlalu dari tempat itu dan mencari tempat lain, barangkali masih ada tersisa padang rumput hijau. Baginya, tak penting bila ia tak makan. Tapi untuk anaknya, ia harus bisa memberikan yang terbaik. Istrinya baru saja melahirkan anaknya yang ke enam. Ini adalah kali kedua istrinya melahirkan, setelah tiga anaknya terdahulu sudah besar dan bisa menemaninya berburu makanan. Kelahiran yang ke dua, juga tiga anak. Betapa bahagianya Bernard. Kelahiran anaknya merupakan berkah baginya untuk selalu bersemangat mencari makanan. Akan tetapi pada kondisi seperti ini, makanan susah dicari. Meski ia dibantu oleh tiga anaknya yang mulai beranjak dewasa. 

"Ayah, mengapa rumput itu berwarna kemerahan? Bukankah rumput berwarna hijau?"

"Oh, nak, jangan mendekat ke sana. Itu adalah rumput yang sedang terbakar. Begitu tingginya suhu bumi, hingga menjadikan rumput kering dan terbakar." Bernard dan ketiga anaknya segera menderap mundur menjauhi sumber api. 

Matahari mulai merambat ke titik tertinggi. Bernard bersama anak-anaknya tak lagi bisa bertahan akan panasnya terik matahari. Ia segera mencari sumber air, barangkali ada sungai. Ia memang belum hafal tempat ini. Ia dan keluarganya baru saja bermigrasi. Tempat yang lama, sudah tak layak huni, karena ada peristiwa kebakaran minggu lalu yang melenyapkan seluruh pepohonan dan rumput di hutan itu. Hanya kepulan asap yang menyisakan kepedihan dan sesak jika bernafas.

Bernard menemukan sebuah sumber air, di bawah pohon rindang di antara deretan tanaman rendah yang tumbuh merapat. Wow, bagai di surga. Anak-anak Bernard berlari mendekat, lalu menggigiti daun muda di deretan tanaman yang merapat itu. Sedang Bernard menikmati kucuran air yang bening.

Tiba-tiba terdengar gaduh, saat baru separuh air masuk ke kerongkongannya. Bernard sedikit tersedak. Kaget, segera bereaksi.

Kraaaak...!!!

Hampir saja Bernard menabrak sebuah batu besar, untung hanya pohon kecil dekat batu besar yang patah terkena tendangan kaki Bernard dan anak-anaknya, karena begitu kencangnya mereka berlari. Suasana kacau dan begitu mendadak.

"Ada serigala ayah, kita harus berlari secepat mungkin!" teriak keras salah satu anaknya.  Bernard segera menuntun anaknya agar berlari ke arah bukit. Dalam keadaan bingung, anaknya berlarian tak tentu arah. Satu anak Bernard terpisah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun