Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Marahmu, Indahmu

17 Oktober 2014   17:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Marahlah, aku akan menerima
secangkir kopi hitam sedikit encer akan meredakan amarahmu itu
segudang kerutan akan hilang seketika seiring dengan surutnya suhu kopi panas
seperti biasa, kopi itu akan melumerkan denyut keasinganmu

Aku ingat, amarah itu tak akan lama berkunjung
hanya sebentar kemudian pergi
lalu diam memberi jarak agar marah tak lagi tersulut
emosi meluap-luap akan reda dalam hitungan detik
hingga ada kata dari suara lembut,"pergilah tidur, ini sudah malam."

Entah apa di dalam kamar sana, sementara masih saja lampu menyala
sebuah kanvas terpajang dengan cat yang berjejer di lantai juga kuas dan palet
kanvas putihpun tak lagi putih
amarahmu tersimpan di sana
bergerak berbagai warna, merah jingga kuning hijau biru nila ungu
tak searah, menyapu penuh di setiap sudut kanvas

Sementara mata tak mau terpejam
menunggu yang ada disisi beranjak masuk
lalu akhirnya lelah, menyerah pada waktu
terpulas mata tak sempat menunggu
hingga kokok bertalu, tanda sang pagi telah mendekat
dan tak sempat tahu, bahwa di sisi telah ada indah wajah polosmu

Aku pernah bertanya padamu, mengapa kau tak pernah marah padaku
kamu hanya tersenyum, seraya mengatakan,"Dik, bagaimana aku bisa marah padamu, saat melihat sorot matamu, hatiku luluh dan sejuk."
begitukah? aku bahkan pernah tak percaya dan sengaja membuatmu marah
saat itu matamu memang merah, tapi amarah itu tak pernah keluar
kamu hanya mengepalkan tanganmu dan keraskan dagumu,

lalu terdiam dan menuju kamar sana yang sering kau sebut my studio

Sedangkan my studio tiap malam tak pernah gelap
penuh berpuluh kanvas bergores warna polesan kuas dan palet
begitu indah menyapu tersimpan amarah berbaur dalam berbagai warna
diatas kanvas putih yang tak lagi putih
bahkan aku pernah memasukinya, dan aku berpikir, indahmu dalam libasan warna mejikuhibiniu
itu membuatku takjub

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun