Mohon tunggu...
wahyu arifin arifin
wahyu arifin arifin Mohon Tunggu... -

Bekerja sebagai konsultan pertanian khususnya dalam penggunaan obat-obatan, herbisida, fungisida maupun insektisida

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Itu Bernama Ayu

26 November 2013   16:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:39 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hiruk pikuk di dunia buruh bangunan seakan tiada habisnya, selalu saja ada pekerjaan, bahkan telah melintasi dua bahkan tiga generasi setelahnya.Ritma dan irama kerjanyapun tidak banyak berubah, kalaupun ada hanya terkait teknologi ringan saja semisal pembentuk besi yang sudah ada alatnya, itupun juga bukan barang baru.

Ayu nama perempuan itu, ia duduk di kam pekerja sambil menjaga kedai milik orang tuanya yang juga bekerja diproyek itu. Matanya tajam tertuju pada para pekerja yang tak jauh dari kedai itu. Ia kenal semua pekerja itu, mulai mandor hingga pekerja harian.Ada Joko orang Kediri, adaGustaf orang Sulawesi, ada Durrahman, orang Madura, ada Amato orang Banjar, namun hampir 80 persen pekerja adalah orang kepulauan di Masalembo.Dan Ayu sendiri peranakan Bugis-Jawa.Agak unik memang Ayu yang bernenek moyang Bugis berayah Jawa hidup sehari-hari berbahasa Madura.

“Yu, melamun” sapa ibunya dalam logat Madura yang kental

“Tidak bu, hanya lagi memperhatikan anak-anak kerja”, jawab Ayu agak tersipu.

“Anak-anak atau Durrahman?!” terka ibunya bercanda.

“Aku tidak mau dengan Durrahman Bu!”, sergah Ayu

“Dia kan rajin bekerja!” balas ibunya meyakinkan

“Semua rajin bekerja, tapi Durrahman suka judi sabung ayam Bu!” balas Ayu

“Cuma permainan Yu..Yu,Bapak mu juga suka sabung Ayam, ibu gak pernah risih!”

“Aku suka Gustav bu!, prilakunya baik, tidak kasar sama orang!” balas Ayu

Ibunya menarik nafas dalam-dalam, dilihatnya anak perempuan semata wayangnya ini, wajah ayu anaknyamengingatkannya pada masa remajanya dulu, wajahnya mirip dengan Ayu, semua garis kecantikannya telah begitu sempurna menurun ke anaknya, bahkan tahi lalat yang ada di jempol kaki Ayu sama dengan yang ada di jempolnya.Bedanya, Ia kini lebih bongsor dan sudah tidak muda lagi.

Hampir saja ia mengucapkan sesuatu namun ditahan hingga di kerongkongan, yang , ia ingin katakan bahwa dulu dimasa remajanya ia tidak bisa bahasa Madura, kakek dan nenenya berbahasa Bugis, ia hidup dalam lingkungan dan adat Bugis.Bahasa, makanan, cara perkawinan, namun seiring dengan kemunduran ekonomi keluarga lama-lama para pendatang yang tadinya hanya sebagai pekerja musiman di Masalembo kini telah menetap dan turut menyumbangkan budaya mereka, dalam rentang waktu yang singkat telah terjadi transformasi budaya.

“Gustav?!” tanyaibunya meyakinkan.

Ayu hanya diam menunduk,

”Sudah sangat serius kah?” Tanya ibunya lagi

Tidak ada jawaban.

Hari itu begitu teriknya, suara music dangdut beradu dengan kebisingan mesin molen pengaduk semen.

Riuh rendah suara pekerja seperti kicauanburung kutilang di pagi hari, beradu keras denga suara mandor.

-0-

Guatav,nama itu selalu hadir dalam pikirannya.Tidak ada yang istimewa pada laki-laki ini. Tangan dan kakinyabertato kalajengking, dan di tangan kirinya terukir sebuah nama” Maya”Namun bagi Ayu semua itu tidak penting, mau bertato disekujur tubuh juga tidak masalah!Yang ponting Gustav baik sama siapa saja, sangat toleran dan setia kawan.

Namu soal “maya” ia tidak bisa menyembunyikan, hingga akhirnya Gustav harus menjelaskan dengan detil.Puas dengan penjelasan Gustav, Ayu hanya bisa ikut berduka atas kepergian ka Maya.

-0-

Tidak seperti biasanya, hari ini ada pekerjaan mencor pondasi.Suara mesin molen pengaduk semen meraung-raung tiada henti, namun entah mengapa tiba –tiba terjadi keributan kecil, dari kejauhan Nampak jelas dimata Ayu, Gustav dan Durrahman sedang beradu mulut dan bahkan mau baku pukul.

Seperti disambar petir Ayu berteriak-teriak histeris.Suasana semakin gaduh saja ketika ayu kesurupan, matanya jalang, dan tatapannya tertuju pada Durrahman.

Sementara itu, ketegagangan Gustav dan Durrahman terhenti, dan semua aktifitas tertuju pada Ayu yang lagi kesurupan.aneh ini bukan suara Ayu, ini suara asing yang merasuk ketubuh Ayu.

Tidak jelasapa yang disampaikan, bahasa apa yang digunakan dan tujuan pembicaraan.Ayu benar-benar meranyau, bicara tanpa makna apa-apa.

Namun diujung ketidak sadarannya suara yang terdengar hanyalah ucapan seperti sumpah pemuda

“satu bangsa!...satu bangsa….! Satu bangsa….!

Hening

Dalam kelelahannya Ayu diasuh Gustav

“maafkan aku”, kata Ayu dalam bahasa ibunya, dia hanya berharap cintanya pada Gustav yang di landasi primordialitas menjadi langgeng.Ambigu pikir Ayu...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun