Mohon tunggu...
Wahyu Andriyanto
Wahyu Andriyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nothing about me.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tugas Karya Ilmiah Bahasa Indonesia: Dampak Psikologi dari Patah Hati

9 Juli 2023   21:19 Diperbarui: 9 Juli 2023   21:46 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Dampak Psikologi Dari Patah Hati

Wahyu Andriyanto

562021013

Abstraksi

            Putus cinta adalah pengalaman emosional yang seringkali memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan emosional dan psikologis seseorang. Dalam fase pasca putus cinta, individu dapat mengalami rasa sedih, kehilangan, dan kekecewaan yang mendalam. 

Dampaknya meliputi gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi, dan gangguan konsentrasi. Kesehatan mental juga dapat terpengaruh, seperti timbulnya kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Selain itu, putus cinta juga berdampak pada interaksi sosial, dengan kemungkinan isolasi sosial dan perubahan dalam jaringan dukungan. Meskipun proses pemulihan membutuhkan waktu, dukungan emosional, penanganan stres yang sehat, dan upaya untuk membangun kembali identitas individu dapat membantu dalam melewati masa sulit ini.

Pendahuluan

            Putus cinta adalah pengalaman emosional yang dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis seseorang. Saat hubungan yang telah terjalin dengan kuat tiba-tiba berakhir, individu dapat mengalami perasaan sedih, kehilangan, dan kekecewaan yang mendalam. Dalam beberapa kasus, dampaknya dapat meluas hingga mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti kesehatan mental, interaksi sosial, dan kesejahteraan fisik. Ini bukan situasi yang mudah, meski sebenarnya keadaan ini akan membaik seiring berjalannya waktu.

            Beberapa penelitian dan sumber-sumber psikologis telah mengungkapkan dampak psikologis yang sering kali muncul akibat putus cinta. Misalnya, ada kemungkinan timbulnya gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi, dan kesulitan berkonsentrasi. Kesehatan mental juga dapat terpengaruh, termasuk kemungkinan munculnya gejala kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Bahkan penelitian ini telah dipublikasikan dalam Journal of Neurophysiology yang khusus meneliti dampak dari patah hati. 

Dan ternyata dampak ini jarang diketahui orang. Psikolog klinis remaja dan dewasa, Ratih Musfianita menjelaskan, berdasarkan pandangan secara psikologis, putus cinta merupakan hal yang wajar, kalangan remaja pasti pernah mengalami fase tersebut. bisa dikatakan hal tersebut merupakan sebuah proses pendewasaan.

            Dalam upaya untuk memahami dampak psikologis dari putus cinta, artikel ini akan melihat beberapa perspektif dan penelitian terkait topik ini. Dari sumber-sumber yang dikutip, kita akan melihat bagaimana putus cinta dapat mempengaruhi kesehatan mental, interaksi sosial, dan proses pemulihan individu setelah pengalaman patah hati. Selain itu, beberapa tips dan saran akan diberikan untuk membantu mengatasi dampak psikologis yang mungkin terjadi akibat putus cinta.

            Terlepas dari apapun penyebab putusnya hubungan cinta, kamu akan mengalami reaksi biologis seperti jantung berdegup kencang, gemetar, pusing, sakit perut. Bahkan ada istilah sindrom patah hati.  Sindroma patah hati dalam psikologi cinta, juga disebut kardiomiopati akibat stres atau kardiomiopati takotsubo, dapat menyerang bahkan jika Kamu sehat. 

Wanita lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengalami nyeri dada yang tiba-tiba dan intens  – reaksi terhadap lonjakan hormon stres – yang dapat disebabkan oleh peristiwa yang membuat stres secara emosional. Bisa jadi kematian orang yang dicintai atau bahkan perceraian, perpisahan atau perpisahan fisik, pengkhianatan atau penolakan romantik. Hal ini sesuai dengan penelitian Field et al (2009) bahwa stres pada wanita lebih besar dibandingkan dengan pria setelah berpisah.

Pembahasan

            Tahapan Dalam Kesedihan, Seorang Psikiater sekaligus penulis buku On Death and Dying (1969), Dr. Elisabeth Kübler-Ross,  mengembangkan sebuah teori yang dikenal dengan 5 Tahapan Dukacita (The 5 Stages of Grief). Teori ini bermula dari tahapan yang dirasakan ketika kehilangan seseorang karena kematian yang kemudian dikembangan menjadi tahapan yang akan dialami seseorang karena perpisahan.

            Penyangkalan (Denial), Adalah tahapan yang normal atau wajar ketika seseorang menyangkal bahwa suatu kejadian buruk yang ia alami bukanlah hal yang seharusnya terjadi. Tahapan ini bisa dikatakan sebagai bentuk pertahanan diri sementara yang cukup “membantu” untuk mengurangi rasa sakit dan meredam emosi.

            Marah (Anger), Jika denial merupakan cara yang dilakukan otak untuk melindungi diri, maka marah merupakan pelampiasan emosi dan tahapan lanjutan dari Denial. Ketika diawal kejadian putus cinta atau kegagalan cinta Anda masih berusaha menyangkal dan tidak dapat menerimanya. Tapi perlahan Anda mulai menyadari yang terjadi dan mulai muncul rasa marah sebagai bentuk pelampiasan kesedihan. Rasa marah tersebut bahkan secara tidak sadar dapat Anda luapkan kepada orang sekitar dan Anda pun menjadi lebih sensitif.

            Tawar-menawar (Bergaining), elah dengan amarah yang menggebu-gebu lalu menggantinya dengan strategi lain, yakni berkompromi dengan realita yang terjadi untuk membuat perasaan lebih ringan. Dari perspektif psikologi wanita putus cinta, wajar jika merasa begitu putus asa sehingga rela melakukan apa saja untuk mengurangi atau meminimalkan rasa sakit. Ada banyak cara yang dicoba salah satunya yakni menawar. Bentuk menawar biasanya merupakan perjanjian dengan Tuhan, seperti “Tuhan, jika saya bisa bersamanya lagi, saya akan mengubah hidup saya”. 

Ketika tawar-menawar mulai terjadi, kamu merasa tidak berdaya maka akan melakukan permintaan ke kekuatan yang lebih tinggi (Yang Maha Berkuasa). Kamu menyadari tidak ada yang dapat kamu lakukan untuk merubah hasil yang lebih baik. Saat tawar-menawar, kamu cenderung merasa bersalah atau menyesal. Kamu mengingat kembali kesalahanmu di masa lalu, mungkin kamu mengatakan hal-hal yang tidak kamu maksudkan. Kamu berasumsi jika saja kamu melakukan hal yang berbeda pada waktu itu, kamu tidak akan merasakan kesakitan ini, seperti “hal ini tidak akan terjadi jika saja aku melakukan… “. 

Kamu bersedia melakukan apa saja untuk memperbaiki kesalahanmu, termasuk kamu akan menjadi  yang lebih baik agar dapat bersama kembali. Pikiran tanpa mantan begitu tidak tertahankan sehingga kamu berusaha menghilangkan rasa sakit itu dengan memenangkannya kembali, dengan cara apa pun. Seolah-olah semua tanggung jawab ada pada dirimu saja untuk membuatnya berhasil kali ini. Tentu saja, hal ini tidaklah logis. Tawar-menawar hanya dapat mengalihkan perhatian dalam waktu singkat dari perasaan kehilangan. Bertindak seperti manusia super untuk menyelamatkan hubungan secara terus-menerus itu hanyalah ilusi.

Depresi, Kamu mulai menyadari bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hubungan. Pada tahap psikologi wanita setelah putus cinta ini, kamu merasa sulit makan, sulit memusatkan perhatian, sulit tidur, dan menghindari situasi yang tidak nyaman. Kamu mengalami kesedihan yang sangat mendalam sampai tidak punya semangat hidup. Jadi putus asa, bahkan cenderung mengisolasi diri dari lingkungan. Kamu mulai lebih merasakan kehilangan orang yang kita cintai secara nyata. Kamu melalui proses putus dan rekonsiliasi (perbuatan memulihkan hubungan seperti keadaan semula) ini lebih dari sekali sebelum benar-benar yakin ada saatnya untuk melepaskan.

 Penerimaan (Acceptance), Pada tahap terakhir ini Anda akan merasa lebih pasrah. Bukan karena sudah tidak merasakan kesedihan lagi melainkan Anda mulai berusaha menerimanya dan mulai memperbaikinya. Anda mulai sadar bahwa apa yang telah pergi tidak akan bisa kembali lagi dan mulai belajar darinya. Sedikit catatan, Tahapan Kesedihan yang dilalui setiap orang akan berbeda atau tidak sama persis. Bisa jadi Anda melakukan bergaining lebih dulu akan tetapi Anda menyangkalnya setelah itu. Lantas apa saja dampak psikologis dari putus cinta? Apa saja yang terjadi pada otak, hati dan pikiran ketika Anda sedang di fase putus cinta ?.

Dampak Psikologis dari Putus Cinta, (Kadar Dopamine, Oksitosin dan Cortisol)

            Di dalam otak setiap manusia terdapat senyawa kimia yang disebut hormon. Hormon ini ada banyak sekali macamnya. Dua diantaranya adalah hormon Domapine dan Oksitosin. Kedua hormon ini s-dikenal sebagai hormon bahagia. Hormon Dopamine ini juga disebut Neurotransmitter yang bertugas mengantar stimulus. Hormon oksitosin yang dikenal sebagai hormon cinta ini berperan dalam mempengaruhi tingkah laku dan interaksi yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kasih sayang. 

Ketika sedang jatuh cinta dan sedang bersama dengan orang-orang kita sayang, otak akan banyak memproduksi kedua hormon ini dan membuat kita merasa damai, nyaman dan bahagia. Sayangnya ketika putus cinta, kedua hormon ini akan turun drastis. Akhirnya sebagai bentuk pertahanan, otak akan mengirimkan signal kepada kelenjar adrenal yang berada di atas ginjal untuk mengeluarkan hormon adrenalin bersamaan dengan Cortisol. Akibatnya detak jantung akan meningkat tajam sehingga kesehatan organ jantung juga bisa terancam. Saat Anda merasa sakit hati setelah putus cinta, itu bisa terjadi dikarenakan otak bereaksi terhadap situasi dengan cara yang sama jika Anda terluka secara fisik.

            

  • Sindrom Patah Hati atau Kardiomiopati Takotsubo adalah gangguan jantung sementara akibat stres. Gejalanya meliputi nyeri dada, sesak napas, detak jantung tidak beraturan, dan kelemahan tubuh. Sindrom ini pulih dalam sekitar satu minggu.
  • Stres akibat putus cinta memicu respons "fight or flight" yang mengaktifkan sistem saraf simpatetik. Hal ini menghasilkan peningkatan produksi hormon katekolamin yang berdampak negatif, seperti sesak napas, pegal-pegal, penumpukan lemak, dan hilangnya nafsu makan.
  • Putus cinta melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit karena sekresi hormon stres.
  • Stres akibat putus cinta dapat menyebabkan jerawat dan kerontokan rambut. Hormon stres melonggarkan folikel rambut, menyebabkan rambut rontok, bahkan bisa memicu tindakan mencabut rambut (trikotilomania).
  • Putus cinta merangsang otak mengirimkan sinyal rasa sakit ke seluruh tubuh, menghasilkan gejala seperti sakit kepala, hilangnya nafsu makan, dan gangguan tidur. Kadar hormon bahagia menurun, sementara kadar hormon stres meningkat.

         

Memulihkan Diri Setelah Patah Hati(Recovery)

  • Jangan biarkan emosi menguasai dirimu. Lihatlah akhir hubungan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Jangan tergoda untuk balas dendam atau mengganggu kehidupan mantanmu. Fokuslah pada pemulihan dirimu sendiri.
  • Jaga dirimu dengan perawatan emosional, fisik, dan spiritual. Jalin hubungan sosial yang baik, atasi stres, dan lakukan perawatan fisik seperti makan sehat, olahraga, dan tidur cukup. Jika perlu, cari konseling untuk mendapatkan dukungan selama masa perubahan besar dalam hidupmu.
  • Jangan terjebak dalam masa lalu. Jangan terlalu sering melihat ke belakang dan stalking media sosial mantanmu. Biarkan dirimu menjauh secara emosional dan mungkin fisik. Fokuslah pada masa depan dan tinggalkan hal-hal yang sudah berlalu.
  • Hargai kenangan baik. Meskipun hubungan berakhir buruk, ada hal-hal baik yang bisa diingat. Terima dan syukuri kenangan indah itu, sambil tetap menghadapi perubahan emosi yang muncul.
  • Evaluasi ulang kebutuhanmu. Pikirkan keinginan dan kebutuhanmu dalam hubungan romantis. Buat jurnal atau daftar untuk memahami tipe pasangan yang cocok untukmu.
  • Memaafkan. Memaafkan orang lain dan dirimu sendiri adalah langkah penting dalam pemulihan. Memaafkan bukan berarti membenarkan perilaku yang menyakitkan, tetapi untuk melepaskan beban dan melanjutkan hidup.
  • Jatuh cinta lagi saat kamu siap. Ingatlah bahwa nilai dirimu berasal dari dirimu sendiri. Fokuslah pada dirimu sendiri dan jangan isolasi diri. Terbukalah terhadap kemungkinan hubungan baru seiring berjalannya waktu, dan temukan keseimbangan antara merawat diri sendiri dan terbuka terhadap cinta yang baru.

Kesimpulan

            Putus cinta merupakan pengalaman emosional yang memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan emosional dan psikologis seseorang. Fase pasca putus cinta dapat menyebabkan rasa sedih, kehilangan, dan kekecewaan yang mendalam. Dampaknya meliputi gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi, gangguan konsentrasi, kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Interaksi sosial juga terpengaruh, dengan kemungkinan isolasi sosial dan perubahan dalam jaringan dukungan.

            Proses pemulihan dari putus cinta membutuhkan waktu dan melibatkan dukungan emosional, penanganan stres yang sehat, dan upaya untuk membangun kembali identitas individu. Tahapan yang mungkin dialami dalam kesedihan setelah putus cinta meliputi penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Setiap orang mungkin mengalami tahapan ini dengan urutan yang berbeda.

            Dari segi neurobiologis, putus cinta memengaruhi kadar hormon seperti dopamin dan oksitosin, yang dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan kesejahteraan emosional. Putus cinta juga dapat menyebabkan peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan jantung, sistem kekebalan tubuh, dan kesehatan fisik secara keseluruhan.

            Untuk memulihkan diri setelah patah hati, penting untuk tidak membiarkan emosi menguasai diri dan melihat akhir hubungan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Perawatan emosional, fisik, dan spiritual juga diperlukan, termasuk menjaga hubungan sosial yang baik, mengatasi stres, dan menjaga kesehatan fisik. Memaafkan orang lain dan diri sendiri serta menjaga pikiran terbuka terhadap kemungkinan hubungan baru juga merupakan langkah penting dalam pemulihan.

            Dengan dukungan yang tepat dan upaya yang konsisten, individu dapat melewati masa sulit setelah putus cinta dan memulihkan kesejahteraan emosional dan psikologisnya.

Daftar Pustaka

Kübler-Ross, E. (1969). On Death and Dying. New York: MacMillian.

Lindenfield, G. (2005). Putus Cinta Bukan Akhir Segalanya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Field,  T.,  Diego,  M.,  Pelaez,  M.,  Deeds,  O.,  Delgado,  J.  (2009).  Breakup  distress  in  university  students. Adolescence; Winter, 44(176): 705-727.

Ratih Musfianita. (2020). Pandangan Psikolog Dampak Putus Cinta pada Remaja. Benuanta03

Rumondor, P. C. (2013). Gambaran Proses Putus Cinta Pada Wanita Dewasa Muda Di Jakarta: Sebuah Study Kasus. Humaniora, 4(1): 28-36.

Schimelpfening, N. (2020). How to Heal a Broken Heart When a Relationship Ends. Very Well Mind.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun