Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kelapa Sawit Tidaklah Seberdosa Itu

25 Desember 2019   20:56 Diperbarui: 25 Desember 2019   21:07 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikatakan bahwa kelapa sawit merupaka tanaman yang rakus air. Dampaknya adalah kekeringan pada sebagian daerah karena penanaman kelapa sawit dalam skala besar. Berbagai penelitian mengenai sawit menunjukkan bagaimana sawit "meminum air". 

Harahap dan Darmosarkoro (1999) menyatakan keperluan air kelapa sawit sebesar 1.500-1.700 mm/tahun atau  sebanding dengan tanaman perkebunan lainnya yang dikembangkan pada daerah beriklim kering. Kerakusan sawit disebabkan oleh perakarannya yang dangkal, sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan. 

Selain itu, tata kelola air pada lahan perkebunan juga menjadi faktor penyebab lainnya. Penggunaan lahan gambut yang dapat menyimpan air dengan jumlah besar akhirnya dijadikan solusi. Tetapi tanpa menyadari (atau menolak sadar) bahwa kemampuan gambut dalam menyerap air juga bisa hilang. Apalagi jika sudah mengalami kekeringan hingga terbakar. Kemampuannya sudah berkurang dan bahkan tak mampu lagi untuk menyerap air dengan jumlah yang besar. Akhirnya, lahan gambut yang kering tanpa ada air itupun menjadi sebab api yang menjalar.

Kelapa sawit akhirnya dipermasalahkan dengan berbagai tudingan yang juga benar adanya. Tanaman perkebunan ini membuat pembukaan lahan dan (pengambilan) lahan semakin marak. 

Berdampak pada aspek sosial masyarakat. Banyak kasus yang terekspos hingga yang tak bisa bersuara karena perluasan lahan untuk perkebunan sawit. Kemudian, dampak lingkungan karena perluasan sawit juga sangat menyakitkan. Perkebunan monokultur sawit mengurangi kebaragaman hayati. 

Padahal jika mau, bisa dilakukan penanaman pada sela jarak antar sawit (polikultur). Kemudian tentu saja adalah penyebab kebarakan karena mengakibatkan kekeringan. Poin-poin diataslah yang kerapkali menjadi senjata bagi komunitas dan lembaga pecinta alam untuk menghentikan penanaman sawit.

Saya yakin bahwa tak ada yang salah dengan keberadaan suatu tanaman ataupun makhluk apapun di dunia ini. Semua punya sisi manfaat dan mudharat masing-masing. Lantas, datanglah keserakahan manusia yang membuat sisi kebermanfaat tersebut menjadi mudharat. 

Tanpa olahan turunan dari hasil kelapa sawit, mungkin ada beberapa barang yang tak akan ada dirumah kita saat ini. Kelapa sawit tidaklah sebegitu berdosanya, layaknya ganja yang juga tidak tahu apa-apa. Hanya saja, tingkah laku manusia yang membuat mereka seolah menjadi setan yang sebenarnya, demi untuk menutupi kelakuan "setan" yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun