Usaha kecil adalah salah satu yang memiliki daya tahan yang tangguh dibandingkan dengan kebanyakan usaha berskala besar dalam situasi krisis ekonomi, terutama krisis ekonomi 1998 yang pernah menimpa Indonesia.
Sehingga sektor ini menjadi salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan sebagai upaya pemerataan ekonomi yang merupakan kebijakan pembangunan melalui pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan jumlahnya yang besar dan sifat usahanya yang padat karya.
Kewirausahaan atau entrepreneurship dan sektor UMKM yang sangat strategis itu selain menjadi sektor yang menyelamatkan perekonomian bangsa juga menyelamatkan perekonomian keluarga dan masyarakat.
Mulailah bisnis anda (start your business) dari sekarang juga untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian bangsa sekaligus menyelamatkan perekonomian keluarga, dengan mendorong pemerintah melakukan pemberdayaan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan melahirkan regulasi dan kebijakan yang berpihak pada usaha kecil dan UMKM.
Inventarisasi Tantangan
Dua belas tahun yang lalu, 24-25 November 2006, Komisi Pemberdayaan Hukum bagi Masyarakat Miskin, United Nations Development Programe (UNDP) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyelenggarakan Konsultasi Nasional Komisi Pemberdayaan Hukum bagi Masyarakat Miskin (Commission on Legal Empowerment of the Poor). (Mahyuni dan M. Zen:2007).
Komisi yang diketuai oleh Hernando de Soto, ekonom terkemuka dunia yang berasal dari Peru ini memaparkan inventarisasi tantangan wirausaha yang dilakukan sektor usaha kecil dan UMKM diantaranya, Pertama, lemahnya akses terhadap modal perbankan karena pihak perbankan tidak berorientasi pada pembiayaan usaha kecil dan UMKM tidak memanfaatkan kredit-kredit di luar kredit formal.
Kedua, pemahaman yang keliru atas usaha kecil sebagai usaha yang beragam sehingga dalam memajukannya menghadapi hambatan. UMKM dijadikan target program bukan pelaku program, sehingga pendekatan bersifat top down karensnya kebijakannya tidak relevan. Selain itu pendekatan yang dilakukan bersifat "memberikan" bukan "memberdayakan".
Ketiga, lemahnya standarisasi kualitas produk jasa UMKM, karena lemahnya pemikiran strategis dalam menjalankan usaha, lemahnya daya saing, kurang konsisten mempertahankan kualitas produk, kurangnya pemasaran/promosi, lemah dalam mempertahankan pasar dan membuka pasar baru.
Keempat, lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah, persaingan yang tidak adil antara UMKM dan usaha/industri skala besar. Kelima, kurang berpihaknya usaha skala besar dalam memajukan UMKM.
Inventarisasi tantangan kegiatan usaha kecil dan UMKM yang diinventarisir oleh Konsultasi Nasional Komisi Pemberdayaan Hukum bagi Masyarakat Miskin ini tampaknya masih berkesesuaian dengan realitas sektor usaha kecil dan UMKM saat ini.