Mohon tunggu...
Agung Wahyono
Agung Wahyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

I am not a man of too many faces, the mask i wear is one......

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Tempe: Dekat Dibuang... Jauh Disayang....

19 Januari 2014   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe: Sumber (en.wikipedia.org)

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Tempe: Sumber (en.wikipedia.org)"][/caption] Siapa yang tidak pernah makan tempe? Saya yakin anda semua pernah makan tempe. Tempe banyak dikenal juga dengan nama  "soybean cake". Tempe biasanya dibuat dari kedele yg direndam selama kurang lebih 12 jam. Kemudian dilakukan pengupasan kulit ari dan perebusan, dan dilanjutkan dengan penirisan. Setelah kering angin, ditambahkan ragi dan dilakukan pencampuran secara merata. Berikutnya ditempatkan dalam wadah tertentu yg akan memberi bentuk spesifik pada tempe, seperti dibungkus daun pisang, plastik berbentuk silinder atau berbentuk kotak. Tahapan terakhir proses pembuatan tempe adalah inkubasi pada suhu 28-30 derajat celcius selama 24 jam. Nah...setelah itu tempe siap dikonsumsi menurut selera masing-masing. Kadang kita merasa bosan setiap hari makan tempe, tapi bagi yg sedang tinggal di luar negeri bisa makan tempe adalah sebuah karunia yg tidak ternilai. Disamping sulit didapat, kalaupun ada, harganya cukup mahal. Sepotong kecil tempe yg biasanya berharga 1000 rupiah bisa menjadi 30.000 sampai 40.000 atau setara dengan harga telur ayam 2 kg....lebih baik beli telur ayam kan? Tapi bagi yg sedang tinggal di Korea atau Jepang, tidak perlu kawatir karena ada produk sejenis tempe yg bisa mengobati rasa kangen makan tempe. Di Korea ada 2 jenis produk yg mirip dengan tempe yaitu Choenggukjang dan Doenjang. Kedua produk ini juga berbahan baku kedele yg juga dibuat melalui proses fermentasi. Perbedaan utamanya adalah, ragi tempe menggunakan fungi Rhizopus oligosporus sebagai mikroba utama, sedangkan kedua produk dari korea tersebut menggunakan bakteri Bacillus substilis. Untuk urusan rasa sangat mirip, tetapi cenderung seperti tempe yg kelewat masak atau hampir busuk. Biasanya, Cheonggukjang maupun Doenjang dimasak bersama sayuran dalam bentuk sup. Jika di Indonesia mirip dengan sayur lodeh tempe. [caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Choenggukjang: Sumber (koreatimes.co.kr)"]

Choenggukjang: Sumber (koreatimes.co.kr)
Choenggukjang: Sumber (koreatimes.co.kr)
[/caption]

Doenjang: Sumber (www.flickr.com)
Doenjang: Sumber (www.flickr.com)
[caption id="" align="aligncenter" width="473" caption="Natto: Sumber (commons.wikimedia.org)"]
Natto: Sumber (commons.wikimedia.org)
Natto: Sumber (commons.wikimedia.org)
[/caption] Nah bagi yg sedang tinggal di Jepang ada produk sejenis yg dibuat dari kedele yang difermentasi, namanya "natto", tapi mikroba utama yg digunakan juga Bacillus substilis. Kalo rasanya saya belum berani mencoba krn melihat tampilan fisiknya yg kurang menggugah selera...lengket dan berlendir. Bagi yg sdh mencoba, bisa berbagi pengalaman disini. Mungkin banyak produk sejenis tempe di belahan dunia lain, tetapi sejauh pengetahuan saya hanya tempe yg menggunakan fungi Rhizopus oligosporus. So....jika anda kengen tempe tidak ada salahnya mencoba Choenggukjang, Doenjang, atau Natto. Salam.... (Korea 18/1/2014: 22.51)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun