"TiNGwe" atau dalam kata jawa adalah nGlinthing dewe, begitu lekat berpadan dipadukan dengan tembakau dan cengkeh, serta kertas cigaret. Terlintas dalam benak fikiran kita dengan "kesahajaan" sederhana walaupun boleh dibilang "pelinting dewe" ini juga tidak anti modernisasi, mereka tidak akan menolak bila di sodori rokok keluaran pabrik entah itu SKM atau SKT. Bapak yang sudah beranjak sepuh [tua], dengan berkain sarung, bertelanjang dada, tanpa alas kaki menarik dalam-dalam asap keabu-abuan itu, lalu menghembuskan perlahan seolah terasa enggan untuk di uraikan, menikmati, ... begitu kesannya yang bisa ditangkap.Berproses sebelum siap hisap, dari menata tembakau dan cengkeh diatas kertas cigaret, dilanjutkan dengan "melinting" atau menggulung, dan itu dilakukan dengan dua tangan, harus sinergi serta penuh dengan penghayatan, tanpa di hayati sering dan acapkali gulungan itu akan [udar]. kesederhaan, kesabaran, ketlatenan, dan sinergisitas akan menjadikan rokok "tingwe" siap di hisap dalam-dalam | tapi jangan lupa buang puntungnyaa pada tempat yang semestinya, karena kasihan bila terinjak tingwe lancip di sisi ujung yang dihisap, kata Bapak yang menghisap tingwe tadi lancipnya tingwe bisa mengenai kaki :) | sarat makna tapi masih tetap bisa bercanda wassalam   | #gojeghgajheg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H