Tiga (mantan) Gubernur Riau berakhir pada kursi terpidana perkara korupsi. Politisi bisa tak sepakat dengan tuduhan yang diberikan, terutama dalam kasus Saleh Djasit (Gubernur Riau periode 1998 -- 2003), peraih suara Bilangan Pembagi Pemilih 100 persen kursi DPR RI dalam pemilu 2004 bersama Hidayat Nurwahid. Terdapat sejumlah kepala daerah lain yang disebut menyelewengkan (harga) mobil pemadam kebakaran tidak bernasib sama. Ada yang kariernya moncer hingga zaman now. Atau perdebatan  dalam kasus Rusli Zainal (Gubernur Riau selama dua periode: 2003-2008 dan 2008-2013) dan Annas Makmun (hanya sempat menjadi Gubernur Riau selama enam bulan, yakni 19 Februari 2014 s/d 25 September 2014).
Riau yang menjadi pucuk adat bagi kebudayaan melayu tua hingga muda itu, tercecer tinta merah dalam mahkamah sejarah demokrasi paling moderen. Demokrasi yang juga identik dengan Riau, sekalipun pernah diperintah oleh kaum bangsawan dengan istana-istananya yang megah.
Dalam beban Riau yang maha hebat itulah, Arsyahjuliandi Rachman melanjutkan estafet kepemimpinan. Saya mengenal sosok ini sebagi tokoh yang tak banyak bicara, piawai dalam menjalankan roda organisasi, terutama dalam posisi sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar wilayah Sumatera.Â
Beberapa kali saya berada dalam pesawat jet pribadi dari atau menuju lapangan Halim Perdana Kusuma di Jakarta, bepergian dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Ir Aburizal Bakrie. Sepenting apapun keputusan partai yang diambil, Bang Andi -- biasa saya memanggil, tetapi kini baiklah diganti menjadi Bang Arsyah -- tetap saja berkomentar: "Itu keputusan para dewa." Lalu ia tersenyum dalam raut tersembunyi. Senyum khas yang tak bisa ditiru siapapun. Â
Bersama Bang Andi Achmad Dara, seorang penghulu bergelar Datuk dari Suku Piliang di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Bang Arsyah memerankan dengan elok tugas-tugas pemenangan pilkada sejak 2010 sampai pemilu 2014. Â Beliau juga terpilih sebagai anggota DPR RI, sebagaimana Bang Andi Achmad Dara yang ibunya perempuan Minang dan ayahnya bersuku Bugis. Mau gimana, Bang Arsyah memang secara etnis adalah Minangkabau, tetapi ia lahir di Kota Pekanbaru, pada tanggal 8 Juli 1960.Â
Ayahnya, sebagaimana diingat oleh Annas Makmun (Atuk) yang saya temui di Penjara Suka Miskin, Bandung, adalah pemilih otobus (perusahaan angkutan bus antar provinsi) Sinar Riau yang terkenal itu. Etnis yang ada dalam bulu seseorang -- meminjam istilah Tabrani Rab (Pak Ngah): "Bulu yang ada di sekujur tubuh saya adalah bulu orang Arab" -- bukan berarti bentuk politik identitas. Bulu adalah penanda dan sekaligus petanda dalam membedakan dan tak merobotkan seorang manusia.
Sensus Penduduk Nasional tahun 2010 menunjukkan Suku Melayu sebagai etnis  terbesar komposisi 33.20% dari seluruh penduduk Riau. Puak Melayu ini berada di kawasan pesisir timur Riau yang bersisian dengan Selat Malaka, yakni Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan Inderagiri Hilir. Atau tersebar di delapan dari dua kabupaten dan kota di Riau atau sebanding dengan 75% wilayah. Suku bangsa lainnya adalah:
1. Jawa (29.20%),Â
2. Batak (12.55%),Â
3. Minangkabau (12.29%),Â
4. Banjar (4.13%),Â