Perkembangan zaman membuat manusia juga menjadi semakin open minded, tidak dapat dipungkiri bahwa pergerakan makhluk hidup bersinggungan dan berkesinambungan dengan kegiatan ekonomi. Hal tersebut merupakan perilaku yang dimiliki oleh makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bertransaksi atau bermuamalat dengan pihak lain.
Salah satunya seperti melakukan investasi yang diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka waktu pendek atau jangka panjang dan bahkan mengangkat derajat sebagai makhluk sosial. Beberapa jenis investasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah menabung dan menanam saham.
Investasi biasanya berkaitan dengan lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah. Selain menjadi perantara, lembaga keuangan juga dapat menjadi tempat untuk berinvestasi sebab dalam beberapa literatur disebutkan bahwa salah satu sumber dana yang dimiliki oleh lembaga keuangan konven maupun syariah berasal dari investasi. Maka dari itu investasi kepada lembaga keuangan merupakan salah satu tempat yang bisa membantu kita untuk melakukan investasi.
Fenomena meningkatnya masyarakat untuk berinvestasi merupakan salah satu ciri bahwa pertanda meningkatnya perekonomian dapat berkembang, seperti dalam perbankan syariah yang tercatat sejak berdiri sampai saat ini menjadi alternative masyarakat dalam menjalankan transaksi dan menjalankan bisnis. Selaras dengan teori perbankan  Anwar Qureshi yang dikutip oleh Sutan Remy yang menyatakan bahwa konsep perbankan syariah merupakan konsep atas pembebasan diri dari sistem bunga. Kemudian dari teori tersebut melahirkan konsep yang sangat teoritis yaitu prinsip bagi hasil. Kemudian dalam literatur lain juga disebut kan bahwa dalam pengoprasian bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, spekulasi dan ketidak pastian / ketidak jelasan.
Sebagai sarana keuangan, perbankan syariah memiliki akad wadi'ah (titipan) yang dapat digunakan untuk berinvestasi dan biasanya dalam bentuk sistem tabungan, giro dan deposito. Pada dasarnya akad wadiah merupakan akad tabarru' (tolong menolong), namun seiring berkembangnya waktu akad ini menjadi akad tijari (transaksi yang bersifat komersil), maka dari itu akad wadi'ah ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu ; wadi'ah  yad amanah (barang titipan yang tidak boleh digunakan) dan wadi'ah yad dhamanah (barang titipan yang boleh digunakan).
Dalam konteks investasi, perbankan syariah menggunakan bentuk yang kedua yaitu wadi'ah yad dhamanah "syarat & ketentuan berlaku", karena di sisi lain perbankan juga membutuhkan dana untuk mengembangkan dan demi kemajuan lembaga dan dari sisi pemilik modal "yang menitipkan" juga memiliki keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari investasi melalui akad tersebut.
Menurut beberapa ulama seperti ulama syafi'iyah tidak diperbolehkan mengambil keuntungan atau bonus yang tidak disyaratkan di awal akad dari pemanfaatan barang yang dititipkan dan akadnya berpotensi gugur, sedangkan menurut ulama hanafiyah dan malikiyah memperbolehkan menerima laba yang diberikan oleh orang yang dititipi. Pendapat para ulama ini merupakan dalam konteks bagi hasil, apabila keuntungan tesebut merupakan berupa bunga sebagian ulama berpendapat harus disedekahkan dan sebagian lagi mengatakan harus diserahkan ke baitul mal (kas negara).
Adapun secara umum ketentuan dari prinsip ini adalah:
- Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi milik atau tanggungan bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
- Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup ijin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro dan debit card.
- Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar -- benar terjadi.
- Ketentuan -- ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Uraian tersebut merupakan ketentuan -- ketentuan yang umumnya ada dalam prinsip wadi'ah dan setiap produk terdapat ketentuan khusus yang berbeda. Namun dengan berkembangnya zaman akad wadi'ah dalam beberapa jenis barang titipannya mulai terjadi disrupsi yang harus di minimalisir kembali.
Suhendi mengungkapkan pendapat Sulaiman Rasyid bahwa jika orang yang menerima benda titipan mengaku bahwa benda titipan tersebut telah rusak tanpa ada unsur kesengajaan darinya maka perkataannya harus disertai dengan sumpah agar perkataannya tersebut kuat secara hukum, namun Ibnu al-Munzir berpendapat bahwa orang tersebut sudah dapat diterima secara hukum tanpa perlu sumpah.
Menurut Ibnu Taimiyyah, jika orang yang menjaga benda-benda titipan mengetahui bahwa benda-benda yang dititipkan adalah barang curian, sedangkan harta yang dikelolanya bukan barang curian, maka orang yang menerima benda-benda titipan tersebut wajib menggantinya. Pendapat Ibnu Taimiyyah ini didasarkan pada riwayat bahwa Umar r.a. pernah meminta jaminan kepada Anas bin Malik r.a. ketika barang titipannya yang ada pada Anas r.a. dinyatakan hilang, sedangkan barang titipan Anas r.a. hilang, sedangkan barang titipan Anas r.a. masih ada.