Setiap kali datangnya tanggal 11 Maret selalu kita diingatkan kepada peristiwa 52 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 11 Maret 1966. Peristiwa itu nampaknya belum lagi menjadi dokumensejarah karena sampai sekarang ini masih diperdebatkan.Â
Hampir semua orang mengetahui bahwa pada tanggal 11 Maret 1966 itu terjadi sebuah peristiwa yaitu diterbitkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang selalu disingkat dengan Supersemar, oleh Presiden Soekarnodan diberikan kepada Letjen. Soeharto, yang pada saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat, Â sebagai pengemban Supersemar tersebut.
Tentu saja peristiwa G.30.S/Gestok/Gestapu melatar belakangi Supersemartadi, tak ada argumenlain yang dapat mem-back uplahirnya surat sakti Supersemartersebut. Maka disitu terasa sekali nuansa politiknya, kemana kira-kira arah implementasi  Supersemar itu.
Jika dilakukan bedah politikterhadap isi dari Supersemar itu sendiri maka disitu tersirat suatu prediksisejarah, yang bermaknakan pengambil alihan kekuasaan secara paksa atau yang dinamakan coup d'etatatau kudeta.Satu hal yang perlu dipahamkan disini, pengambil alihan kekuasaan itu tidak mendadak tetapi berjalan secara berangsur-angsur atau bisa juga disebut evolution coup d'etat.
Oleh karenanya ada yang mengatakan Supersemaritu merupakan suatu kudetaterselubung. Tetapi, pernyataan itu dibantah oleh mereka yang berindikasimasih cinta kepada Orde Baru (Orba). Mereka mengatakan Supersemaritu bukanlah manifestasidari suatu kudetaatau pengambil alihan kekuasaan.
Tetapi, di ujungnya kita melihat kekuasaan itu berpindah dari tangan Soekarno kepada Soeharto. Kalau bukan kudeta, apa lagi namanya karena berpindahnya kekuasan itu tidak konstitusionalwalau ada yang mengatakan sudah konstitusionaltetapi konstitusional praktis, bukannya konstitusional yuridis.
Mungkin saja hal itu disebabkan Presiden Soekarnobelum melihat Negara dalam bahaya, Presiden Soekarnohanya melihat situasiyang dipenuhi oleh gejolak para demonstranyang antiSoekarnosaja. Â
Selain itu masih perlu ditelusuri lagi, mengapa surat perintah itu tidak diterbitkan di awal bulan Oktober 1965 saja, beberapa hari sesudah meletusnya G.30.S, mengapa baru diterbitkan lima bulan kemudian yaitu pada bulan Maret 1966, sebagai salah satu upaya mengantisipasiNegara dalam keadaan darurat.
Dalam persoalan itu bisa kita menerjemahkan apa yang tersirat didalam prosesiSupersemartersebut. Tentu saja dalam tenggang waktu lima bulan itu dikaji dan diatur siasat bagaimana menjatuhkan Presiden Soekarno dengan memanfaatkan situasiNegara dalam keadaan darurat. Â
Lalu, satu pertanyaan lagi, apakah untuk memulihkan Negara dalam keadaan darurat itu diperlukan semacam surat perintah, apakah instruksisaja tidak cukup. Kalau mereka prajurit-prajurit ABRI yang benar-benar setia pada Negara dan patuh pada Panglima Tertinggi ABRI tak perlu mereka meminta-minta surat perintah.