Telah maklum bagi umat Islam bahwa menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban. Bukankah ayat pertama yang pertama kali turun memerintahkan untuk membaca? Bahkan ada ungkapan yang sangat terkenal di kalangan kaum muslimin, “Tuntutlah ilmu pengetahuan dari dalam buayan hingga hari kematian.” Banyak yang mengira kata-kata indah sarat makna ini sebagai perkataan Nabi, padahal ungkapan tadi bukanlah hadis.
Yang perlu dikaji dengan benar adalah bagaimana kewajiban menuntut ilmu itu. Sangat bagus dalam hal ini apa yang telah didiskusikan dengan gamblang oleh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fii Ath-Thariiq ilaa-llaah, Al-Hayaah Ar-Rabbaaniyyah wa Al-‘Ilm. Al-Qaradhawi mengutip hadis masyhur yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya, “Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.”
Selanjutnya Al-Qaradhawi menerangkan bahwa yang dimaksud muslim dalam hadis ini ialah orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Karena itu mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa hadis ini mencakup setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, sekalipun dalam periwayatan hadis itu tidak ada redaksi “muslimah.”
Para pensyarah hadis berbeda pendapat mengenai batasan ilmu yang wajib dicari. Karena setiap ahli yang mempunyai kafa’ah (kemampuan) dalam bidang ilmu tertentu, pasti ia berusaha menginterpretasikan ilmu yang dimaksud (dalam hadis itu) kepada ilmu yang sedang digelutinya dan dikuasainya.
Seorang ahli teologi mengatakan bahwa yang dimaksud ilmu dalam hadis tersebut ialah ilmu akidah yang mempelajari keesaan Allah, keimanan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir.
Seorang pakar fikih berkata bahwa yang dimaksud ilmu dalam hadis itu ialah ilmu fikih yang dengannya dapat diketahui yang halal dan yang haram. Juga dapat diketahui keabsahan ibadah dan kelurusan muamalah.
Seorang pakar tafsir pun mengatakan bahwa yang dimaksud ilmu ialah tafsir Alquran karena ia merupakan asas agama sekaligus referensi umat.
Pakar hadis mengatakan bahwa ilmu yang dimaksud ialah ilmu hadis yang berfungsi sebagai penjelas Alquran dan penggambaran secara konkret terhadap sirah (riwayat hidup) Rasulullah, perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau.
Ahli tasawuf berkata bahwa ilmu yang dimaksud ialah ilmu yang dapat mengantarkan jalan menuju (kebahagiaan) akhirat, menempuh jalan menuju Allah, cara menyucikan jiwa, kiat mengatasi pintu-pintu masuk setan kepadanya.
Pakar usul fikih berkata bahwa ilmu yang dimaksud ialah ilmu usul fikih yang dengannya dapat diketahui pengambilan dalil terhadap sesuatu yang dinaskan (ada nasnya) dan peng-istimbath-an (penetapan) hukum terhadap sesuatu yang tidak dinaskan.
Selain itu masih ada yang berpendapat bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu bahasa Arab, seperti nahu, saraf, dan balaghah karena ilmu tersebut sebagai alat untuk memahami Alquran dan sunah.