Mohon tunggu...
wahidil qohar
wahidil qohar Mohon Tunggu... -

Hingga saat ini aku masih menyangsikan keberadaan ku didunia yang tidak pernah aku bayangkan atau aku impikan sebelumnya. Dimana satu dunia yang terlihat sangat manis dan baik, tetapi penuh dengan kepura – puraan dan kemunafikan yaitu menjadi seorang guru. Dimataku menjadi seorang guru memiliki dua tanggung jawab yang sangat besar, yaitu tanggung jawab moril dan spirituil yang mungkin akan dipertanggung jawabkan kelak. Itupun jika dunia yang selalu diceritakan dalam kitab suci memang benar – benar ada.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konvoy Berkalung Sorban

27 November 2010   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:15 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12908722061034367334

si dungu

Hilangnya kepercayaan rakyat pada penguasa dan pemerintah dinegeri ini menimbulkan gap yang sangat mendasar dalam sisi religius dan berkemasyarakatan pada bangsa kita. Kepercayaan yang telah hilang, keadilan yang dapat dibeli dengan nilai rupiah, hukum yang menjadi komoditas dalam mempertahankan dan merebut kekuasaan, agama yang menjadi muatan politisasi untuk menuai keuntungan, angka pengangguran yang makin meninggi, pendidikan mahal yang seolah – olah mampu menjual masa depan, kesenjangan sosial yang meruncing, serta harapan – harapan yang tak terwujud lainnya menimbulkan sisa sakit hati pada masyarakat bangsa ini.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya golongan putih yang tak mau memberikan suaranya pada acara pemilihan umum, pilkada dan sebagainya. Antipati rakyat awam atau modern yang seolah tak peduli pada acara – acara demorkrasi atau berkecenderungan untuk menjual suaranya demi rupiah yang tak seberapa harganya memang banyak sekali terjadi disekitar kita. Toh nyatanya pola pikir mereka terwujud dengan adanya politik uang, kandidat hanya menebar janji palsu dan semu serta tak peduli lagi dengan rakyatnya setelah terpilih, acara balas budi untuk sebuah kemenangan dengan bagi – bagi proyek dan masih banyak lagi. Yang hal ini merupakan rahasia umum yang sudah mendarah – daging dan biasa terjadi dinegeri ini.

Masih ada hal lain yang dapat dijual pada masyarakat kita dengan presentase yang sangat lumayan dalam memperoleh keuntungan, yaitu sisi agamais. Karena biar bagaimanapun agama menjadi candu sosial yang tak dapat dilepaskan dari kehidupan sosial kita. Munculnya partai politik berbasis agama yang nyatanya mampu memperoleh simpati tinggi serta sangat diagung – agungkan kini, organisasi kemasyarakatan dengan menjual nama agama dan seperngkatnya serta apapun yang dilakukan atas nama Tuhan terjadi disekeliling kita. Sebagai contoh sederhana adalah legalisasi premanisme dengan mengatasnamakan agama yang digunakan sebagai pelindung dalam melegalkan sikap premanisme dengan arak – arakan atau berkonvoy dijalan tanpa mengindahkan pengguna jalan yang lainnya yang seolah sangat dimaklumi sekali oleh kebanyakan dari kita karena mereka baru selesai atau akan melakukan suatu kegitan agama secara bersama, masuknya paham – paham agama radikal dalam setiap lapisan masyarakat hingga pelajar atas nama kegiatan agama “rohis” hingga membentuk paham – paham fanatisme pada golongannya sendiri dengan mengklaim bahwa mereka paling benar atau masih banyak lagi.

Kata preman berasal dari Bahasa Inggris, yaitu free yang berarti bebas dan man yang artinya laki – laki atau manusia. Jadi preman adalah manusia merdeka yang menolak segala bentuk penindasan dan penjajahan dalam segala bentuk. Tetapi makna preman menjadi negatif ketika sikap mereka tak menunjukan apa yang diartikannya seperti memalak, kompas, pungli, menimbulkan keresahan dan sebagainya.

Begitu juga dengan arak – arakan serta convoy yang terjadi dengan mengatasnamakan agama atau akan mengikuti dan telah megikuti suatu kegiatan agama yang seolah – olah mejadi suatu hal yang harus dimaklumi ketika mereka menguasai jalanan layaknya preman yang selalu berkonotasi negartif dibenak kita karena mereka telah memenuhi panggilan tuhan sehiungga merasa paling benar dan suci atau mungkin karena mereka berjumlah banyak sehingga dapat bersikap seenaknya saja. Selain itu ada juga mengibarkan bendera Tuhan dan mengatasnamakan berjuang dijalan Tuhan “jihad” serta dengan seenaknya bisa meminta iuran dana relawan umat atau dana perjuangan atau dengan kata lain kegiatan kompas, palak, pungli sangat legal dan biasa atas nama Tuhan. Hingga ada juga menghalalkan darah serta kepala bagi mereka yang tak sepaham karena dianggap kafir. Dan hal ini terjadi dibeberapa daerah yang terjadi konflik agama yang mungkin tak akan berujung.

Sutau hal yang sangat miris dan menjijikan sekali terjadi dengan saudara negeri sendiri dengan memperjual – belikan nama Tuhan dengan mengatasnamakan suatu Negara Agama Dominan yang mungkin tak akan pernah terwujud karena bangsa kita multi religi dan kepercayaan yang melatarbelakanginya. Bersama kita (Islam, Kristen atau Nasrani, Hindu, Budha dan agama kepercayaan yang memang sudah ada dan diturunkan oleh nenek moyang kita) merebut kemerdekaan dari kolonial atas nama nasionalsme dan tujuan bersama Bangsa Indonesia yang merdeka tanpa penindasan dan penjajahan bukan atas dasar membentuk negara agama dominan, melainkan atas nama bangsa dan segenap rakyat Indonesia.

Mereka dan kita tak pernah sadar jika telah terjadi provokasi dan doktrinisasi nilai – nilai agama pada otak – otak generasi yang akan datang sehingga hal ini dapat memicu konflik dan terjadinya pengkotak – kotakan dalam agama dan kehidupan sosial. Paham – paham yang menghacurkan dan dapat memecah belah sistem persatuan dan kesatuan bangsa yang harus dihindari nyatanya diserap oleh generasi yang akan datang. Bangga dengan menggunakan atribut keagamaan demi suatu kepentingan dan muatan pribadi, kelompok serta golongan dengan mengorbankan Negara Kesatuan Republik Indonesia…. adalah hal yang sangat T.O.L.O.L !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun