Murabahah secara bahasa berasa darik ata yang berarti keuntungan, karenad alam jual beli murabahah harus menjelaskank euntungannya. Sedangkan menurut istilahm urabahah adalah jual beli dengan harga pokokd engan tambahan keuntungan (Al Zuhaili,1 984). Salah satu skim fiqh yang paling populerd igunakan oleh perbankan syariah adalah skimj ual beli murabahah. Transaksi pembiayaanm urabahah ini lazim dilakukan oleh RasulullahS AW dan para sahabatnya. Secara sederhana,murabahah berarti suatu penjualan barangs eharga barang tersebut ditambah denganm argin yang disepakati.
Dalam pembiayaanm urabahah bank menetapkan harga jual barang yaitu harga pokok perolehan barangd itambah sejumlah margin keuntungan bank.H arga jual yang telah disepakati di awal akadtBidak boleh berubah selama jangka waktup embiayaan. Contoh aplikasi di perbankans yariah.
1. Pembiayaan konsumtif: Pembiayaan Kepemilikan Rumah, Pembiayaank epemilikan Mobil, Pembiayaan PembelianP erabot Rumah Tangga.
2. Pembiayaan Produktif: Pembiayaan Investasi Mesin dan Peralatan, PembiayaanI nvestasi Gedung dan Bangunan,Pembiayaan Persediaan Barang Dagangan,dan Pembiayaan Bahan Baku Produksi.
Salah satu keunggulan perbankan syariaht erletak pada sistem bagi hasilnya, sehinggat idak salah masyarakat menyebut bank syariahd engan bank bagi hasil, akan tetapi padak enyataannya pembiayaan di perbankan syariah tidak didominasi oleh pembiayaanm udharabah dengan konsep bagi hasilnya,akan tetapi lebih didominasi oleh pembiayaanm MURABAHAH Untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan ketat dari
Dewan Pengawas Syariah atau Dewan Syariah Nasional, sehingga pembiaayan murabahah sebagai pembiayaan primadona di perbankan syariah bisa dikawal dan tidak mencoreng citra dan wibawa perbankan syariah sehingga tidak ada lagi kesan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional.
Secara konsep, murabahah hanya melibatkan dua pihak yaitu penjual dandan pembeli. Dalam aplikasinya di perbankan syariah, murabahah melibatkan tiga pihak, yaitu nasabah sebagai pembeli, bank sebagai penjual dan suplier sebagai pemasok barang kepada bank atas permintaan nasabah. Akan tetapi dalam realitanya, murabahah lebih banyak teraplikasi dengan konsep murabahah bil wakalah. Artinya bank memberikan wewenang kepada nasabah untuk melakukan jual beli terhadap barang kebutuhan nasabah dengan melakukan perjanjian wakalah (perwakilan), yang pada akhirnya nasabah hanya menyerahkan kwitansi pembelian barang sebagai bukti bahwa murabahah yang ditanda tangani akadnya bisa berjalan sesuai dengan prosedurnya.
 Dalam implementasinya, nasabah yang mengajukan pembiayan untuk pembelian barang konsumtif diberikan surat kuasa berupa wakalah atau pendelegasian wewenang untuk membeli sendiri barang kebutuhannya kepada suplier, kemudian bank memberikan pembiayaan dengan mentransfer ke rekening nasabah. Setelah membeli barang, kemudian nasabah menyerahkan kwitansi sebagai bukti pembelian kepada bank dan sebagai bukti bahwa nasabah benar-benar telah membeli barang sesuai akad, setelah itu bank menjual lagi kepada nasabah dengan margin tertentu.
Bahkan praktek di lapangan, nasabah diberikan pembiayaan tanpa mempedulikan objek yang akan diperjual belikan. Sehingga muncul kesan bagi nasabah yang terbiasa dengan skim kredit konsumtif bahwa "bank syariah sama saja dengan bank konvensional", karena kebutuhan nasabah bukan lagi untuk pembelian barang akan tetapi untuk kebutuhan dana segar. Bahkan ada yang berpendapat bahwa murabahah bukan jual beli melainkanhilah dengan tujuan untuk mengambil riba. Ada sebagian ulama berpendapat bahwa tujuan murabahah adalah untuk memperoleh riba dan menghasilkan uang sebagaimana bank konvensional.Â
Penyimpangan dalam prakteknya ditemukan berulang kali pada pembiayaan pembelian barang pesanan tidak dilakukan pihak bank tapi cukup dengan penyerahan bukti pembelian barang yang akan dimurabahahkan, dimana hakikatnya nasabah sendiri yang telah memberi barang tersebut atas nama nasabah di faktur. Bank tinggal membayar nominal yang terterabdi faktur ditambah dengan keuntungan (margin) yang disepakati bersama. Beberapa kasus praktek murabahah menunjukkan adanya penyimpangan dari aturan yangbmendasariadanya transaksi murabahah itu sendiri. Penyimpangan itu berupa selipan akad wakalah dalam transaksi murabahah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI