Mohon tunggu...
Wahib Umar
Wahib Umar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa aktif

Topik pembahasan yang akan dimuat mencakup berbagai aspek dan kategori, penulis bertujuan untuk menjadikan KOMPASIANA ini sebagai sarana belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Pembentukan dan Evolusi Tatanan-Tatanan Hukum

7 November 2024   01:45 Diperbarui: 7 November 2024   01:56 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (3) diatur bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” perkembangan hukum di Indonesia tidak terlepas dari berbagai aliran pemikiran hukum yang berkembang dan menjadi latar belakang hukum perundang-undangan. Perkembangan tatanan hukum di  Indonesia salah satunya di pengaruhi oleh pemikiran sang filusuf ahli hukum yaitu Hans Kelsen tentang teori hukum ( Pure Theory of Law ) salah satu pengaruh pemikiran Hans Kelsen di Indonesia adalah tentang hierarki atau jenjang norma yang banyak dibahas di berbagai buku. Kelsen berpendapat bahwa hukum adalah suatu sistem norma yang bersifat objektif, bebas dari pengaruh moralitas, politik, ataupun faktor eksternal lainnya. Ia menekankan bahwa untuk membentuk tatanan hukum yang baik, harus ada stuktur norma yang hierarkis dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Konsep pembentukan tatanan hukum menurut Hans Kelsen termaktub sebagai berikut.

Pertama : Hierarki norma. Hans Kelsen memandang hukum sebagai sebuah sistem hierarkis yang terstruktur dalam berbagai tingkatan norma. Hierarki norma adalah susunan aturan yang memiliki kedudukan dari tingkat tertinggi hingga terendah, di mana setiap norma yang lebih rendah mendapatkan validitas atau keberlakuannya dari norma yang lebih tinggi. Dalam konteks hukum Indonesia, konsep hierarki norma ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur jenjang peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi hingga peraturan daerah. Prinsip hierarki ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dan koherensi dalam sistem hukum, di mana setiap norma harus sejalan dan tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi.

Kedua : Grundnorm. Grundnorm adalah norma dasar atau norma tertinggi yang menjadi landasan bagi seluruh sistem hukum. Norma ini diterima sebagai dasar keberlakuan hukum tanpa perlu pembuktian lebih lanjut. Dalam teori Kelsen, grundnorm merupakan norma hipotetis yang memberikan legitimasi bagi keberlakuan norma-norma di bawahnya. Di Indonesia, norma dasar dapat diidentifikasikan sebagai Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan filosofis menjadi dasar nilai dan prinsip yang mengarahkan seluruh produk hukum dan peraturan perundang-undangan.[3] Grundnorm di Indonesia memberikan pedoman bahwa semua peraturan yang dibuat harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Misalnya, dalam negara demokratis, norma dasar bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat menjadi pedoman bagi pembentukan norma yang menjamin hak-hak dan kebebasan rakyat.

Ketiga : Pembentukan Norma Hukum. Menurut Kelsen, norma hukum dibentuk secara berjenjang dari norma tertinggi hingga norma-norma yang lebih rendah dalam sebuah struktur yang bertingkat (hierarki). Norma yang lebih rendah berlaku berdasarkan dan bersumber dari norma yang lebih tinggi. Konsep ini menunjukkan bahwa keabsahan suatu norma hukum bergantung pada norma yang lebih tinggi. Norma hukum di Indonesia pun dibentuk dengan mengikuti hierarki ini, di mana setiap aturan yang dibuat harus sesuai dan tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi di atasnya. Pemikiran ini juga dikembangkan oleh murid Kelsen, Adolf Merkl, yang memperkenalkan konsep “das soppelte rechtsantiz” atau norma hukum yang memiliki dua wajah, yaitu berlakunya norma ke atas (dari norma yang lebih tinggi) dan masa berlaku norma yang terkait erat dengan norma yang lebih tinggi. Apabila norma yang lebih tinggi dicabut atau dihapus, norma-norma di bawahnya pun akan kehilangan keabsahannya dan ikut dicabut. 

Keempat : Legalitas dan Validasi. Legalitas mengacu pada kesesuaian suatu tindakan atau peraturan dengan hukum yang berlaku. Sebuah tindakan dianggap memiliki legalitas jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam sistem hukum Kelsen, legalitas suatu norma didasarkan pada kesesuaiannya dengan hierarki norma. Validasi hukum berarti bahwa suatu norma atau tindakan dianggap sah atau memiliki kekuatan hukum apabila sesuai dengan norma yang lebih tinggi. Validitas ini penting untuk memastikan bahwa setiap peraturan memiliki dasar hukum yang jelas dan konsisten dalam sistem hukum. Di Indonesia, prinsip legalitas ini mengacu pada prinsip bahwa semua tindakan pemerintahan atau peraturan harus berlandaskan hukum (asas legalitas). Setiap keputusan atau peraturan yang diambil oleh lembaga negara harus sesuai dengan undang-undang dan norma-norma yang lebih tinggi dalam hierarki hukum, sehingga tindakan atau peraturan tersebut sah dan dapat diterima dalam tatanan hukum yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun