Kejadian infertilitas akhir-akhir ini telah menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Pada kasus infertilitas di Indonesia yang masih kental sistem "patriaki", ketidakhadiran momongan dalam keluarga sering kali menjadi salah wanita. Infertilitas menurut WHO adalah penyakit pada sistem reproduksi baik pria ataupun wanita, yang menyebabkan kegagalan kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi secara teratur. Kasus infertilitas ini tidak diskriminasi gender (WHO, 2023). Kejadian infertilitas yang disebabkan oleh "faktor pria" sekitar 40-50%. Â Infertilitas pada pria dapat disebabkan oleh:
Obstruksi atau penyumbatan saluran reproduksi. Tersumbatnya salurkan reproduksi menyebabkan ejakulasi/pengeluaran semen (air mani) terganggu. Penyumbatan ini dapat terjadi pada saluran yang membawa air mani seperti urethra. Penyumbatan biasanya disebabkan oleh cedera atau infeksi pada saluran reproduksi.
Gangguan hormonal. yang menyebabkan kelainan pada hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis, hipotalamus dan testis. Hormon seperti testosteron mengatur produksi sperma. Contoh gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan hormon termasuk kanker hipofisis atau testis.
Fungsi dan kualitas sperma abnormal. Bentuk sperma yang tidak normal dan Gerakan sperma yang lambat/tidak bergerak akan berdampak negatif pada kesuburan. Â Hal ini bisa disebabkan oleh penggunaan steroid yang berlebihan.Kegagalan testis untuk memproduksi sperma. Hal ini bisa disebabkan karena adanya masalah varikokel ataupun perawatan medis yang merusak sel-sel penghasil sperma seperti kemoterapi.
Faktor gaya hidup seperti merokok, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dan obesitas juga dapat mempengaruhi kesuburan. Selain itu, paparan polutan lingkungan, cemaran insektisidan dan racun dapat langsung berefek bagi gamet (telur dan sperma), sehingga jumlahnya menurun dan kualitasnya buruk
Perkembangan biotekonologi reproduksi memungkinkan untuk mengatasi masalah infertilitas ini. Pada kondisi sperma masih diproduksi di testis maka teknologi reproduksi berbantuan sebagai solusi. Teknologi reproduksi berbantuan seperti in vitro fertilization (IVF) ataupun intra cytoplasmic sperm injection (ICSI) atau yang dikenal dengan bayi tabung. Sperma dalam jumlah sedikit bisa digunakan untuk fertilisasi sehingga memungkinkan pasangan untuk mendapat keturunan. Apabila infertile atau ketidaksuburan karena testis tidak mampu menghasilkan sperma (azoospermia), apa yang bisa dilakukan?
Produksi sel gamet haploid adalah metode yang ampuh untuk mengatasi masalah infertilitas pada kasus azoospermia, selain itu juga bisa membantu pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi dan radioterapi untuk menyelamatkan sel gametnya. Kemoterapi pada pasien kanker diyakini mampu menyelamatkan pasien namun terapi ini juga bersifat gonadotosik yang akan mematikan sel germinal termasuk sel bakal sperma atau spermatogonial stem cells (SSC) sehingga menyebabkan infertil.Â
Spermatogenesis adalah proses diferensiasi sel germinal jantan menjadi spermatozoa. Proses ini secara alami terjadi di tubulus seminiferous testis, yang di dukung oleh sel somatis atau sel Sertoli serta sel Leydig yang menghasilkan hormon testosterone. Teknologi spermatogenesis in vitro diperlukan untuk produksi sel gamet haploid. Â Proses spermatogenesis sendiri merupakan proses yang komplek yang terdiri dari proliferasi dan diferensiasi spematogonia menjadi spermatozoa, serta terdapat proses yang unik yaitu meiosis dan spermiogenesis.Namun beberapa peneliti sudah mampu melakukannya.
Proses spermatogenesis memerlukan interaksi dengan sel lain, serta memerlukan microenvironment spesifik yang di produksi sel somatis testikular, sel Sertoli dan sel lainnya di testis. Microenvironment ini meliputi hormon, growth factors, dan signal lainnya yang mendukung proses spermatogenesis, maka untuk keberhasilan spermatogenesis in vitro keadaan microenvironment ini harus ditiru. Kondisi ini perlu dikembangkan untuk mempelajari interaksi spermatogonia dengan sel somatis testis. SSC dapat bertahan dengan co-cultur yang didukung oleh niche dari stem cell untuk menyediakan niche yang cocok. Â Selain itu beberapa penelitian dengan fokus spermatogenesis in vitro yang sudah dilakukan antara lain dengan menambah beberapa bahan seperti RA maupun hormon, serta menggunakan metode kultur yang mendukung proses spermatogenesis seperti kultur 3 dimensi ataupun kultur menggunakan metode gas liquid interphase methods. Â Penambahan RA dan SCF berperan dalam spermatogenesis in vitro dan menginduksi SSC mampu memasuki tahap meiosis dan berhasil membentuk spermatid haploid.Â
Growth factors yang diperlukan pada proses gametogenesis, seperti BMP4, SCF, RA, LIF, bFGF, IGF-I merupakan sekresi dari sel germinal dan sel somatis testikular seperti Leydig, sertoli, dan sel somatis lainnya di testis. Â Atas dasar inilah niche testis menyediakan faktor yang dibutuhkan untuk perkembangan sel germinal. Â Penggunaan conditioned medium testikular (TCM) berperan dalam perkembangan sel germinal dan menghasilkan spermatozoa. Â Spermatozoa yang bersifat haploid inilah yang akan digunakan untuk metode ICSI.
       Â